The Unexpected Reunion

06.46



           
Sudah dua tahun berlalu semenjak kejadian di Jogjakarta. Kehidupan semua member zap berjalan lancar, tidak ada kendala seperti penculikan yang lebih tepat disebut jebakan betmen. Semua aktifitas berjalan seperti biasa. Kini Michelle, Daninda dan Christvera sudah menginjak bangku kuliah. Michelle sekarang kuliah di Amerika. Berbekal kemampuan bahasa inggrisnya yang mumpuni , Michelle berhasil diterima kuliah di Universitas Cambride. Universitas yang disebut salah satu dari universitas terbaik di seluruh dunia. Meski kuliah di Amerika, Michelle masih sering komunikasi dengan member zap. Katanya bulan ini dia mau balik ke Indonesia malah.
            Sedangkan Daninda diterima di IPB bogor, jurusan teknik pangan. Sebenarnya dia diterima juga di ITB Bandung, tapi dia memilih ke IPB, alasannya pengen mendalami yang namanya makanan. Biar tubuhnya nggak kerempeng kurang gizi. Hehehehe. Semua member zap jadi sering nggodain Daninda, katanya makin dekat aja nih jaraknya sama Ichan. Sebagai kakak yang udah kuliah,Daninda Cuma manggut – manggut aja diledekin kayak gitu.
Yah Banyuwangi - Bogor emang nggak sedeket malang, tempat Christvera yang memilih UNBRA. Cewek itu kuliah di jurusan Teknik Kimia. Katanya biar bisa buat pabrik kosmetik kalo udah gede nanti. Semua member zap cewek tentu aja girang banget. Itung – itung potongan harga kalo beli kosmetik di pabriknya Christvera.
Dilain cerita, kini Ichan uda mulai nyusun skripsi. Bilangnya mau ngangkat tema dunia maya zap, aneh juga sih dengernya. Ini semua karena dia terinspirasi kejadian di Jogja dan persahabatan para member di dunia nyata. Sedangkan Dion kabarnya ngomel – ngomel karena sibuk tugas kuliah terus. Dugaan para member zap, Dion ngomel – ngomel sebenarnya karena Michelle gak jadi kuliah di Surabaya.
Di jakarta, Silvia, Taro dan Bimbim sibuk ujian nasional. 2013 gitu loh, sistemnya canggih. Ada 20 paket soal yang isinya semua beda. Nggak mau nggak lulus, mereka bertiga belajar mati – matian. Saban hari status fb isinya pada “Cemungut ea kakak.” Yaah, secara anak SMP pada labil, jadi alay banget. Untung sekarang uda hari terakhir, jadi mereka nggak sabar buka internet lagi. Itung – itung refreshing setelah sebulan lebih nggak buka zap.
Dibalik ujian nasional yang memaksa Bimbim gak bisa buka zap, ada Hanna yang ikut – ikutan mogok maen sebulan full, alibinya biar nilainya bagus di ujian kenaikan. Tapi taruhan deh, dia begitu demi nemenin Bimbim doang. Secara dia baru aja putus sama vino, yang kata anak – anak gantengan dia daripada Bimbim. Tapi mana yang bener, kayaknya cuma Hanna yang tau.
Dan dibalik kedamaian yang menyelimuti semua member zap, kejadian yang bisa disebut kebetulan tak mereka duga ...
***
“Haloooo, Dan ... gue udah ada di bogor nih.” Teriak seseorang memaksa Daninda membuka mata. Suara soprannya spontan membuat cewek itu menjauhkan telefon genggamnya.
“Ish...” desah Daninda pengen ngomel rasanya. “Lo kalo ngomong bisa woles nggak? Kuping gue budeg tau!.”
Suara di ujung telefon tertawa. “Sorry ... kebiasaan gue belum ilang.”
“Lo emang sekarang dimana chel?” tanya Daninda pada Michelle.
“Kan tadi udah bilang, gue di Bogor.”
“Ya bogor mana nyet? Bogor luas tau!.” Daninda jadi kesal sendiri. Tidurnya terancam gatot, padahal semalem dia bikin makalah sampek jam tiga pagi.
“Di depan kampus lo. Cepet kesini gih. Gue pengen jalan – jalan ke Bogor dan sekitarnya, sekalian ke trans studio ...”
Daninda memutar mata. “Dasar bego, itu di Bandung!.”
“Yaah whatever lah, pokok gue pengen jalan – jalan. Cepetan ke sini, sepuluh menit lagi.”
“Ya, itupun kalo gue jadi supergirl dulu. Baru gue nyamperin lo dalam waktu sepuluh menit.” Seloroh Daninda sembari mematikan handphonenya.
***
“WOEEEEEEEY MICHELLE, GUE BELUM NIKAH BEGO!!! LO NYUPIR MOBILNYA PELAN AJA!!!!” Teriak Daninda kenceng, tak perduli tenggorokannya serak karena sering teriak. Orang Michelle bawa mobil seolah jalan nggak ada yang lewat.
Michelle ngakak lihat wajah Daninda yang pucet. “Eh lo biasa aja, gue nyetirnya pelan kok. Cuma 110 km/jam.”
“Cuma pala lu!!!” Daninda melotot kesal. “Ini mau kemana sih? Gue udah jadi peta ngelilingi Bogor. Lagaknya lo mau ngajak gue ke Bandung deh.”
Michelle tersenyum manis. “Emang.” Jawabnya dengan wajah innocent.
“Idiiih, ngapain lo bawa – bawa gue?” Daninda membuang muka.
“Gue mau ketemu Dion, Ichan ada disana juga lho.” Jawab Michelle mencubit pinggang Daninda. Kontan Daninda langsung menoleh kaget.
“Ha? Ini Bandung woe, jauh sama Surabaya, gimana ceritanya dia bisa kesini?” alis Daninda terangkat.
Michelle mengangkat bahu. “Tau deh, pas gue bilang mau nyamperin lo di Bogor, dia minta gue sekalian mampir ke bandung. Pikir gue kenapa nggak? Toh jarang juga pulang dari Amerika mampir ke bandung.” Michelle meringis “Sekalian ketemu Ichan.” Tambahnya sambil nyengir nggak jelas.
“Lu kenapa chel?” Daninda memandang tak mengerti.
“Ciehh Ichan ..” goda Michelle membuat muka Daninda memerah.
“Apa’an sih lu ...” Daninda membuang muka ke kaca samping.
“Udah berapa bulan jadian?” goda Michelle dengan tawa yang meledak liar.
“Sekali lo godain gue, gue jitak nih kepala lo!” Tukas Daninda kesal digodain. Tapi tak menutup dia juga penasaran Ichan sejak terakhir ketemu.
***
Sesampainya di Bandung, mereka langsung meluncur ke trans studio. Suasana bener – bener ramai saat mereka datang. Setelah memarkir mobil sewaannya, Michelle menyeret Daninda masuk area trans studio. Mata mereka menyapu segala penjuru, siapa tau ketemu Dion atau Ichan. Tapi dari sms Dion, katanya cowok itu ada di salah satu kafe bersama Ichan. Nggak perlu waktu lama akhirnya mereka berempat bertemu. Untung aja Daninda udah hafal tempat ini karena sering kesana.
“Wah chan, lo tambah atletis aja tuh badan. Fisik terus tiap hari?” ledek Michelle disambut senyum kebapakan khas Ichan.
“Iya, fisik nyetir mobil Bandung – Jakarta. Secara calon tempat kerja gue lokasinya disana.”
“Enak banget ya lo chan, habis ini tinggal kerja doang.” Ucap Daninda sambil mencomot kentang goreng. “Btw on, lo ke Bandung serius demi Michelle nih?”
Dion yang ditanya to the poin cuma meringis. “Enggak kok, gue nganterin nyokap ke Bandung.”
“Sebenarnya bukan ke Bandung chel ...” kini Ichan yang nyerobot. “Nganterinnya ke Jogja tapi mampirnya ke Bandung.”
“Ih so sweet banget.” Tambah Daninda yang langsung dapat jitakan gratis Michelle. Cewek itu langsung mengelus jidatnya yang nyut – nyutan.
PRAAANG. Pas enak – enakan bercanda , tiba – tiba suara piring pecah terdengar. Sontak mereka berempat menoleh ke asal suara. Disana berdiri gerombolan anak SMP yang pasang tampang minta maaf ke pemilik kafe. Ichan yang udah tua tapi ingatannya bagus, menatap wajah tiga remaja itu tak asing. Tak hanya Ichan yang berfikir begitu. Daninda , Michelle, dan Dion juga seperti familiar dengan tampang dua cowok dan satu cewek yang gayanya tomboy abis itu.
“Hoe Bimbim.” Teriak Ichan mengagetkan tiga remaja itu. Mereka semua menoleh dan tampang percaya nggak percaya terlihat. Senyum ketiganya merekah melihat dua cewek cantik dan dua cowok buruk rupa tengah melambaikan tangan pada mereka. Cepat mereka mengangsurkan pecahan seratus ribu ke pemilik kafe dan berjalan menghampiri Michelle and the gank.
“Kalian kok bisa disini?” tanya Silvia tak percaya. Dia menarik kursi kemudian mendudukinya, begitu juga Taro dan Bimbim. “Bukannya lo ada di Amerika kak? Kalo kak Daninda dan kak Ichan aku masih percaya kuliah mereka kan di Bandung dan Bogor.” Tambahnya lalu mengalihkan pandangan ke Dion. “Lo juga ngapain bisa di bandung kak? Surabaya nggak sedeket Bandung Jakarta lho.”
“Jangan bilang kalian berempat ketemuan tapi nggak bilang kita.” Imbuh Taro pendek.
“Woles woey ... kalem kalo tanya.” Cengir Mochelle yang menggeser duduknya agar mereka bisa duduk melingkar. “Gue bulan ini libur musim panas. Nah gue pengen ke bogor ngunjungi Daninda aja, nggak taunya kebetulan ketemu disini.”
“Sama kayak kita dong.” Bimbim buka suara. “Anehnya semua SMP di Jakarta kayak nggak punya tempat tujuan aja. Kompak bareng – bareng ke trans studio.”
“Iya, dan sialnya itu ngebuat gue ketemu sama lo lagi chell.” Lanjut Taro sontak mendapat toyoran gratis Michelle. Taro manyun. “Belum juga lima menit, gue udah kena toyoran. Nasib gue emang sial kalo ketemu lho chel.” Ucapnya buru – buru bangkit menjaga jaga dari Michelle.
“Woeee sini lo tar ... tenaga gue mumpung tenaga kuda. Kalo buat ngegampar lo gue masih sempat lah.” Teriak Michelle menarik tawa semua member zap.
“Lama juga kita nggak ketemu, jadi inget bagian yang di Jogja.” Kata Bimbim kemudian memanggil pelayan memesan minuman. “Lo mau minum apa sil, ro?”
“Gue lemon tea ...”
“Gue coppucino ...”
“Masih SMP aja coppucino, sok tua lo ro.” Cibir Michelle disambut juluran lidah Taro. Cewek itu hanya bisa gemas dari ujung kursi yang berlainan.
Setelah pesanan Bimbim sampai, mereka bercerita banyak. Bagaimana mereka akhirnya bisa melewati ujian nasional dengan sukses, juga curhatan Taro yang katanya udah putus sama amanda. Selain itu Silvia juga cerita kalo hidupnya kini nggak monoton, alias keluarganya udah nggak maksa dia buat bersikap anggun lagi, tapi bersikap apa adanya. Lain lagi dengan Bimbim yang katanya lagi ngerancang web baru buat member zap, dengan fitur yang lebih canggih dari twitter dan facebook. Semua tentu aja berdecak kagum. Terlebih lagi Michelle yang nggak ingin ikatan persahabatannya putus selama dia terbang ke Amerika.
Selain cerita tentang kehidupan masing – masing, mereka juga bercanda seru. Tak lupa korbannya tetap Daninda dan Ichan yang dielu – elukan. Tentu aja Daninda dan Ichan nggak terima. Kompak mereka berdua menjitak semua jidat penuh nafsu. Dion yang nggak ikutan malah perang jitakan versus Ichan.
Jam menunjukkan pukul 4 sore, tak terasa ternyata mereka sudah berbincang lebih dari 3 jam, yups tiga jam! Sebuah percakapan menyenangkan yang membuat mereka lupa bahwa mereka harus melanjutkan perjalanan.
Baru saja mereka bangkit untuk pulang, sosok gadis cantik berlari ke arah mereka. Serempak mereka melongo tak percaya. Hanna disini? Sejak kapan?
Tapi ada yang tak biasa, cewek itu menatap mereka bertujuh dengan ngos – ngosan. Keringatnya mengucur deras. Semua menunggu Hanna bicara, sembari menyuruh cewek itu untuk mengatur nafas.
“Tolongin gue ... “ ucap Hanna terengah – engah. “Gue butuh bantuan.”
“Iya kita tau, tapi bantuan apa?” tanya Silvia yag sebelumnya menyuruh Hanna minum sebentar.
“Kak Christvera ....” ucapan Hanna menarik semua untuk merapat. “Kak Christvera lagi ngejar pencopet yang nyuri tasnya.”
Semua yang ada di situ melongo. Christvera ada disini? Gila, semua kok serba nggak terduga gini ya? Bagaimana mereka bertujuh bisa bertemu udah disebut keajaiban. Ini lagi Hanna nongol disini dan tambah ada Christvera yang ngilang entah kemana ngejar pencopet. Semua seperti flash back dua tahun yang lalu. Bedanya ini nggak ada acara ngerjainnya Silvia, yang ada copet beneran.
“Nah terus? Emang isinya apa sampek Christvera ngejar itu copet sampek segitunya?” tanya Dion yang diamini mereka bertujuh.
“Isinya ...” panik Hanna belum sepenuhnya hilang. “Berlian.”
“BERLIAN???” kompak semua mendesah keras. Semua pengunjung kafe sontak memandang mereka berdelapan. Cepat mereka membekap bibir masing – masing. Kaget mendengar ucapan Hanna yang nggak masuk di akal.  
“Lo serius han?” tanya Ichan mendapat anggukan Hanna.
“Terus dia lari kemana?” tanya Silvia penasaran.
“Nggak tau. Gue tadi lari kesini rencananya mau ke security, nggak taunya mata gue nangkep kalian.” Kini Hanna tiba – tiba memandang tajam. “Tunggu, kalian reunian nggak bilang gue nih?”
“Kita ketemu nggak sengaja kok.” Sambung Taro lebih tenang.
“Terus gimana kalian bisa ketemu .....” suara Hanna menggantung di udara. “Eh ada kak Michelle.” Mata Hanna berbinar – binar kayak ketemu artis ibukota. “Nggak nyangka kakak bisa pulag ke indonesia. Cerita dong gimana selama disana?”
TUK, sebelum Hanna lebih miring lagi karena ketemu Michelle, sebuah jitakan mampu menarik tatapan Hanna. Disamping Hanna, Bimbim tengah berdiri tak puas meskipun menjitak Hanna. “Lo itu udah ngos – ngosan kayak dikejar preman demi Christvera, eh sekarang ganti kayak fans aja ketemu Michelle.” Ucap Bimbim galak.
Hanna berbalik menatap Bimbim. Pandangan menantang kental dari sorot matanya. “Terus? Masalah buat lo?”
Sebelum perang dunia ketiga meletus, senggolan Dion mampu menghentikan segalanya. “Udah kalo kangen bilang aja, pelukan sana.”
“DIEM LO!” sambut Hanna dan Bimbim kompak menggeram kesal. Sebaliknya mampu mengundang tawa mereka berenam, sebelum otak mereka panik memikirkan Christvera kembali.
 “Udah sekarang mestinya kita cari solusinya nih. Sekarang si Christvera dimana?”Tanya si Ichan yang langsung panic. Begitu juga yang lain.
 “Kayaknya tadi dia ada di Vertigo deh..” ujar Hanna garuk – garuk kepala tak yakin.
“Oke deh kita coba kesana aja” Ujar Daninda langsung. Setelah menghabiskan minuman dan mengganti “ke-rugi-an” cafe itu, mereka kemudian langsung berjalan ke Vertigo.
 “Lu yakin tadi ada disini?” Tanya Michelle curiga.
 “Tadi sih ada disini..” Hanna celingak – celinguk mencari.
 “Liat disana!” Seru Silvia menunjuk arah jam tiga. Tepat. Mereka melihat ada seorang cewek sedang kebingungan, mungkin mencari sesuatu
“Christ!” Seru Hanna langsung
 “Hanna! Eh? Kok yang lain ada disini?”Ujar Christ kebingungan. Bingung mencari si pencopet sekaligus bingung kenapa kompak ada disini.
“Udah itu gak penting, sekarang yang penting berlian lu kemana semua?” tanya Dion perduli.
 “Gimana ceritanya kok bisa kecopet gitu?”Ujar Bimbim selidik.
Christvera tak lagi memikirkan bagaimana mereka bisa kumpul kompak. Konsentrasinya kembali ke berliannya yang dicuri. “Pas gue lagi jalan, trus ada orang lewat, dia nepok pundak gue, trus tasnya dibawa lari deh..”
“OOO.. BEGONO” Teriak yang lain serempak dan langsung dihadiahi jitakan hebat.
“Kita bagi tim deh buat nyari.” Usul Ichan mendapat tatapan tak setuju, namun mereka diam saja. “Gue setim sama Bimbim dan lala. Terus Dion barengan sama Michelle dan Silvia. Sisanya ...”
“Gue nggak setuju!” Hanna berkacak pinggang, namun buru – buru Bimbim menyela.
“Udah nggak usah pada protes. Ini darurat. Niatnya kan nolongin Christvera.” Bimbim memandang Hanna sengit. “Lo juga jangan banyak protes.” Matanya menatap galak.
Hanna cemberut namun Bimbim tak perduli. Setelah keadaan kondusif, Christvera menjelaskan sosok pencuri dengan singkat, padat , dan jelas. Segera mereka menyebar menuju sisi yang berlainan. Dalam derap langkah itu, diam – diam ada perasaan aneh yang berusaha mereka ingkari.
***
Ichan, Bimbim, dan lala berlari ke arah Trans cars. Suasana yang ramai membuat mereka bingung mencari sosok yang diceritain Christvera. Selain itu, Bimbim dan lala pake aksi mogok ngomong segala, jadinya Ichan yang kerepotan.
“Lo berdua udah nemu ciri – ciri pelaku nggak?” tanya Ichan keras mengatasi kebisingan.
Tiada suara ...
“Gimana uda nemu?”
Tiada suara ...
“Heh pada denger gak sih?”
Tiada suara ...
“Heh monyet!” Ichan berbalik kesal. “Kalo lo nggak baikan, gue jitak jidat lo pada!” seru Ichan yang habis kesabaran menghadapi remaja labil sebangsa Hanna dan Bimbim.
***
“Michelle, lo dari tadi diem aja?” ucap Dion bingung harus bersikap.
“Terus gue harus ngomong gimana?” Michelle memutar mata kesal.
“Ya ngomong apa kek?”
“Nah ini kan gue udah ngomong.”
Silviaa hanya melengos sembari meninggalkan mereka berdua yang sibuk pedekate. Pake acara jual mahal lagi, bilang aja sama – sama mau, gerutu Silviaa kesal dalam hati dianggurin.
***
Setelah sekian lama mencari, Akhirnya ditemukan satu orang yang mencurigakan. Christvera, Daninda, dan Taro meneliti seksama. Orang itu cocok dengan ciri – ciri yang diucapkan Christvera.
“Coba deh lu deketin orgnya” Ujar Daninda was-was.
Belum sempat Taro mendekat, pria itu menodongkan pistol. Jarak yang begitu dekat membuat Taro menjadi sasaran empuk dijadikan sandera. Kini cowok itu hanya bisa diam, entah memikirkan rencana atau pasrah. Daninda dan chrisvera hanya bisa membeku di tempat. Bingung harus teriak apa nangis. *opsinya gak ada yang bener -_-
 “ANGKAT TANGANMU! BERLUTUT DI LANTAI! CEPAT!” Pencopet itu pun menodongkan pistol dan membuat semuanya panik. Tak hanya dua cewek cantik itu yang ketakutan, kini semua pengunjung berlarian tak karuan. Suasana mencekam berkat pistol yang ditodongkan ke Taro.
Suara teriakan pengunjung mengundang dua tim lainnya yang menyebar segera ke lokasi. Tak sampai lima menit mereka berenam sudah mencul disamping Daninda dan Christvera. Mereka terkejut melihat Taro yang dijadikan sandera.
“Gimana nih? Apa yang harus kita lakuin? Itu pistol beneran woey.. klo kita salah rencana, tamat si Taro.” Ujar Bimbim panik.
“Gini deh, pengunjung kan lagi ribet, gue sama Dion ke belakang si pencopet, entar gue sergap dari belakang. Nah lo tugasnya terus ajak dia ngobrol bim, biar konsentrasinya ke lo. Terus ceweknya cepet tarik Taro dari jarak bahaya. Paham?” jelas Ichan disetujui semua anak.
Segera setelah rencana di bentuk, Ichan dan Dion hilang di balik kerumuan pengunjung yang panik. Bimbim langsung bersiap mendekat ke pencopet, ngajak ngobrol sekalian nobar bola mungkin, hehhehe. Tapi jujur aja dia takut banget, apalagi pistolnya berubah dari Taro tepat ke mukanya.
“KAMU KENAPA MENDEKAT? TIARAP!” Perintah si pencopet yang dibalas garukan kepala oleh Bimbim.
“Gini pak, bukannya saya nantang ya, tapi liat deh anak kecil yang bapak sandera. Udah kecil, nggak ganteng, nggak keren, pokoknya nggak ada bagus – bagusnya deh pak.” Ucap Bimbim disambut tampang Taro yang pengen ngegampar. Bimbim melanjutkan, pura – pura gk ngelihat Taro. “Udah gitu ingusan lagi pak. Jadi saran saya, kenapa gak dilepas aja? Cari sandera yang lebih cantik dan bohai, kayak dia misalnya.” Bimbim menunjuk Michelle. Yang ditunjuk cuma melotot pengen ngejitak.
“Bener juga kamu ....” si pencopet tampak setuju, namun sedetik kemudian dia berteriak lagi. “KAMU MEMPERMAINKAN SAYA YA? CEPAT TIA ....”
HAP, belum sempat si pencopet menyelesaikan ucapannya, dari belakang kompak Ichan dan Dion menyergap. Terjadi pergumulan hebat diantara mereka bertiga, sementara Taro lari ke arah Bimbim and the beauty girls. Posisi sekarang bahaya banget, Dion berusaha mengambil pistol sedangkan pistolnya sendiri tepat di depan hidung Ichan. Tubuh Ichan yang atletis dengan mudah mengunci tubuh si pencopet. Namun tidak dengan Dion yang begonya nggak bisa melucuti pistol dengan cepat. DOOOR, suara tembakan menggema di udara. Nyaris saja hidung Ichan bener – bener raib, kalau saja Daninda tidak turun tangan. Cewek itu yang diam – diam ikut kejuaraan karate nasional, langsung memukul tengkuk si pencopet. Cepat si pencopet hilang kesadaran dan ambruk di lantai.
Semua bernafas lega, termasuk para pengunjung yang ikut bertepuk tangan. Tak lama kemudian security datang dengan beberapa polisi. Tanpa menunggu lama si pencopet dibekuk dan tas yang berisi berlian dikembalikan ke Christvera.
“Gimana isinya? Masih lengkap?” tanya Silvia begitu Christvera membuka tasnya.
“Alhamdulillah masih utuh.” Senyumnya lebar. Christvera melanjutkan. “Makasih ya kalian udah nolongin gue. Tanpa kalian gue udah nangis tujuh hari tujuh malam mungkin.”
“Hufftt ... nyaris aja muka gue raib.” Taro mengelus dada. Kemudian TUK, Taro menjitak Bimbim tanpa ampun. “Catet, gue nggak pake ingus ya! Dan masalah cakep, masih unggul gue dibanding lo.”
“Tapi buktinya di putusin amanda.” Ejek Bimbim tak perduli. Taro semakin jengkel.
“Bukan amanda yang mutusin, tapi gue ...”
“Terus siapa yang statusnya bilang gini ‘tak ada kamu, dunia terasa tak lengkap’ hahahaha, alay banget lo.” Cibir Bimbim membuat Taro cepat mengejar cowok itu.
 “Dik, kalian yang menangkap penjahat ini ya?” Tanya pak polisi.
Mereka semua kompak menjawab. “Iya pak, kenapa?”
“Berdasarkan data di kantor kami, penjahat ini adalah buron di daerah ini. Terima kasih telah menangkapnya.”
Mereka semua pun kaget. “Beneran pak?” Tanya Taro.
“DEMI TU-HAAAAAAAAN” Kata pak polisi yang disambut gelak tawa mereka semua.
            Akhirnya mereka menghabiskan waktu lebih lama lagi di trans studio. Jalan – jalan bersama menikmati sore dengan semua member zap yang lengkap hadir. Terlebih Hanna dan Christvera yang sama sekali tak diduga kedatangannya. Tapi sekali lagi, apapun sebuah kebetulan itu, semakin mempererat persahabatan yang bisa dikatakan masuk dalam kategori aneh. Rentang umur yang terlalu jauh tampaknya bukan masalah bagi mereka. Namun apapun itu, persahabatan akan tetap menjadi sahabat selama adanya sikap saling menghormati dan menghargai.
So, apapun keadaannya, kita semua sahabat kan, Guys?

You Might Also Like

0 komentar

Like us on Facebook

Flickr Images

fmaulidaa @Instagram

Subscribe