The Unexpected Reunion
06.46
Sudah
dua tahun berlalu semenjak kejadian di Jogjakarta. Kehidupan semua member zap
berjalan lancar, tidak ada kendala seperti penculikan yang lebih tepat disebut
jebakan betmen. Semua aktifitas berjalan seperti biasa. Kini Michelle, Daninda
dan Christvera sudah menginjak bangku kuliah. Michelle sekarang kuliah di Amerika.
Berbekal kemampuan bahasa inggrisnya yang mumpuni , Michelle berhasil diterima
kuliah di Universitas Cambride. Universitas yang disebut salah satu dari universitas
terbaik di seluruh dunia. Meski kuliah di Amerika, Michelle masih sering
komunikasi dengan member zap. Katanya bulan ini dia mau balik ke Indonesia
malah.
Sedangkan Daninda diterima di IPB
bogor, jurusan teknik pangan. Sebenarnya dia diterima juga di ITB Bandung, tapi
dia memilih ke IPB, alasannya pengen mendalami yang namanya makanan. Biar
tubuhnya nggak kerempeng kurang gizi. Hehehehe. Semua member zap jadi sering
nggodain Daninda, katanya makin dekat aja nih jaraknya sama Ichan. Sebagai
kakak yang udah kuliah,Daninda Cuma manggut – manggut aja diledekin kayak gitu.
Yah
Banyuwangi - Bogor emang nggak sedeket malang, tempat Christvera yang memilih
UNBRA. Cewek itu kuliah di jurusan Teknik Kimia. Katanya biar bisa buat pabrik
kosmetik kalo udah gede nanti. Semua member zap cewek tentu aja girang banget.
Itung – itung potongan harga kalo beli kosmetik di pabriknya Christvera.
Dilain
cerita, kini Ichan uda mulai nyusun skripsi. Bilangnya mau ngangkat tema dunia
maya zap, aneh juga sih dengernya. Ini semua karena dia terinspirasi kejadian
di Jogja dan persahabatan para member di dunia nyata. Sedangkan Dion kabarnya
ngomel – ngomel karena sibuk tugas kuliah terus. Dugaan para member zap, Dion
ngomel – ngomel sebenarnya karena Michelle gak jadi kuliah di Surabaya.
Di
jakarta, Silvia, Taro dan Bimbim sibuk ujian nasional. 2013 gitu loh, sistemnya
canggih. Ada 20 paket soal yang isinya semua beda. Nggak mau nggak lulus,
mereka bertiga belajar mati – matian. Saban hari status fb isinya pada
“Cemungut ea kakak.” Yaah, secara anak SMP pada labil, jadi alay banget. Untung
sekarang uda hari terakhir, jadi mereka nggak sabar buka internet lagi. Itung –
itung refreshing setelah sebulan lebih nggak buka zap.
Dibalik
ujian nasional yang memaksa Bimbim gak bisa buka zap, ada Hanna yang ikut –
ikutan mogok maen sebulan full, alibinya biar nilainya bagus di ujian kenaikan.
Tapi taruhan deh, dia begitu demi nemenin Bimbim doang. Secara dia baru aja
putus sama vino, yang kata anak – anak gantengan dia daripada Bimbim. Tapi mana
yang bener, kayaknya cuma Hanna yang tau.
Dan
dibalik kedamaian yang menyelimuti semua member zap, kejadian yang bisa disebut
kebetulan tak mereka duga ...
***
“Haloooo,
Dan ... gue udah ada di bogor nih.” Teriak seseorang memaksa Daninda membuka
mata. Suara soprannya spontan membuat cewek itu menjauhkan telefon genggamnya.
“Ish...”
desah Daninda pengen ngomel rasanya. “Lo kalo ngomong bisa woles nggak? Kuping
gue budeg tau!.”
Suara
di ujung telefon tertawa. “Sorry ... kebiasaan gue belum ilang.”
“Lo
emang sekarang dimana chel?” tanya Daninda pada Michelle.
“Kan
tadi udah bilang, gue di Bogor.”
“Ya
bogor mana nyet? Bogor luas tau!.” Daninda jadi kesal sendiri. Tidurnya
terancam gatot, padahal semalem dia bikin makalah sampek jam tiga pagi.
“Di
depan kampus lo. Cepet kesini gih. Gue pengen jalan – jalan ke Bogor dan
sekitarnya, sekalian ke trans studio ...”
Daninda
memutar mata. “Dasar bego, itu di Bandung!.”
“Yaah
whatever lah, pokok gue pengen jalan – jalan. Cepetan ke sini, sepuluh menit
lagi.”
“Ya,
itupun kalo gue jadi supergirl dulu. Baru gue nyamperin lo dalam waktu sepuluh
menit.” Seloroh Daninda sembari mematikan handphonenya.
***
“WOEEEEEEEY
MICHELLE, GUE BELUM NIKAH BEGO!!! LO NYUPIR MOBILNYA PELAN AJA!!!!” Teriak Daninda
kenceng, tak perduli tenggorokannya serak karena sering teriak. Orang Michelle
bawa mobil seolah jalan nggak ada yang lewat.
Michelle
ngakak lihat wajah Daninda yang pucet. “Eh lo biasa aja, gue nyetirnya pelan
kok. Cuma 110 km/jam.”
“Cuma
pala lu!!!” Daninda melotot kesal. “Ini mau kemana sih? Gue udah jadi peta
ngelilingi Bogor. Lagaknya lo mau ngajak gue ke Bandung deh.”
Michelle
tersenyum manis. “Emang.” Jawabnya dengan wajah innocent.
“Idiiih,
ngapain lo bawa – bawa gue?” Daninda membuang muka.
“Gue
mau ketemu Dion, Ichan ada disana juga lho.” Jawab Michelle mencubit pinggang Daninda.
Kontan Daninda langsung menoleh kaget.
“Ha?
Ini Bandung woe, jauh sama Surabaya, gimana ceritanya dia bisa kesini?” alis Daninda
terangkat.
Michelle
mengangkat bahu. “Tau deh, pas gue bilang mau nyamperin lo di Bogor, dia minta
gue sekalian mampir ke bandung. Pikir gue kenapa nggak? Toh jarang juga pulang
dari Amerika mampir ke bandung.” Michelle meringis “Sekalian ketemu Ichan.”
Tambahnya sambil nyengir nggak jelas.
“Lu
kenapa chel?” Daninda memandang tak mengerti.
“Ciehh
Ichan ..” goda Michelle membuat muka Daninda memerah.
“Apa’an
sih lu ...” Daninda membuang muka ke kaca samping.
“Udah
berapa bulan jadian?” goda Michelle dengan tawa yang meledak liar.
“Sekali
lo godain gue, gue jitak nih kepala lo!” Tukas Daninda kesal digodain. Tapi tak
menutup dia juga penasaran Ichan sejak terakhir ketemu.
***
Sesampainya
di Bandung, mereka langsung meluncur ke trans studio. Suasana bener – bener
ramai saat mereka datang. Setelah memarkir mobil sewaannya, Michelle menyeret Daninda
masuk area trans studio. Mata mereka menyapu segala penjuru, siapa tau ketemu Dion
atau Ichan. Tapi dari sms Dion, katanya cowok itu ada di salah satu kafe
bersama Ichan. Nggak perlu waktu lama akhirnya mereka berempat bertemu. Untung
aja Daninda udah hafal tempat ini karena sering kesana.
“Wah
chan, lo tambah atletis aja tuh badan. Fisik terus tiap hari?” ledek Michelle
disambut senyum kebapakan khas Ichan.
“Iya,
fisik nyetir mobil Bandung – Jakarta. Secara calon tempat kerja gue lokasinya
disana.”
“Enak
banget ya lo chan, habis ini tinggal kerja doang.” Ucap Daninda sambil mencomot
kentang goreng. “Btw on, lo ke Bandung serius demi Michelle nih?”
Dion
yang ditanya to the poin cuma meringis. “Enggak kok, gue nganterin nyokap ke
Bandung.”
“Sebenarnya
bukan ke Bandung chel ...” kini Ichan yang nyerobot. “Nganterinnya ke Jogja
tapi mampirnya ke Bandung.”
“Ih
so sweet banget.” Tambah Daninda yang langsung dapat jitakan gratis Michelle.
Cewek itu langsung mengelus jidatnya yang nyut – nyutan.
PRAAANG.
Pas enak – enakan bercanda , tiba – tiba suara piring pecah terdengar. Sontak
mereka berempat menoleh ke asal suara. Disana berdiri gerombolan anak SMP yang
pasang tampang minta maaf ke pemilik kafe. Ichan yang udah tua tapi ingatannya
bagus, menatap wajah tiga remaja itu tak asing. Tak hanya Ichan yang berfikir
begitu. Daninda , Michelle, dan Dion juga seperti familiar dengan tampang dua
cowok dan satu cewek yang gayanya tomboy abis itu.
“Hoe
Bimbim.” Teriak Ichan mengagetkan tiga remaja itu. Mereka semua menoleh dan
tampang percaya nggak percaya terlihat. Senyum ketiganya merekah melihat dua
cewek cantik dan dua cowok buruk rupa tengah melambaikan tangan pada mereka.
Cepat mereka mengangsurkan pecahan seratus ribu ke pemilik kafe dan berjalan
menghampiri Michelle and the gank.
“Kalian
kok bisa disini?” tanya Silvia tak percaya. Dia menarik kursi kemudian mendudukinya,
begitu juga Taro dan Bimbim. “Bukannya lo ada di Amerika kak? Kalo kak Daninda
dan kak Ichan aku masih percaya kuliah mereka kan di Bandung dan Bogor.”
Tambahnya lalu mengalihkan pandangan ke Dion. “Lo juga ngapain bisa di bandung
kak? Surabaya nggak sedeket Bandung Jakarta lho.”
“Jangan
bilang kalian berempat ketemuan tapi nggak bilang kita.” Imbuh Taro pendek.
“Woles
woey ... kalem kalo tanya.” Cengir Mochelle yang menggeser duduknya agar mereka
bisa duduk melingkar. “Gue bulan ini libur musim panas. Nah gue pengen ke bogor
ngunjungi Daninda aja, nggak taunya kebetulan ketemu disini.”
“Sama
kayak kita dong.” Bimbim buka suara. “Anehnya semua SMP di Jakarta kayak nggak
punya tempat tujuan aja. Kompak bareng – bareng ke trans studio.”
“Iya,
dan sialnya itu ngebuat gue ketemu sama lo lagi chell.” Lanjut Taro sontak
mendapat toyoran gratis Michelle. Taro manyun. “Belum juga lima menit, gue udah
kena toyoran. Nasib gue emang sial kalo ketemu lho chel.” Ucapnya buru – buru
bangkit menjaga jaga dari Michelle.
“Woeee
sini lo tar ... tenaga gue mumpung tenaga kuda. Kalo buat ngegampar lo gue
masih sempat lah.” Teriak Michelle menarik tawa semua member zap.
“Lama
juga kita nggak ketemu, jadi inget bagian yang di Jogja.” Kata Bimbim kemudian
memanggil pelayan memesan minuman. “Lo mau minum apa sil, ro?”
“Gue
lemon tea ...”
“Gue
coppucino ...”
“Masih
SMP aja coppucino, sok tua lo ro.” Cibir Michelle disambut juluran lidah Taro.
Cewek itu hanya bisa gemas dari ujung kursi yang berlainan.
Setelah
pesanan Bimbim sampai, mereka bercerita banyak. Bagaimana mereka akhirnya bisa
melewati ujian nasional dengan sukses, juga curhatan Taro yang katanya udah
putus sama amanda. Selain itu Silvia juga cerita kalo hidupnya kini nggak
monoton, alias keluarganya udah nggak maksa dia buat bersikap anggun lagi, tapi
bersikap apa adanya. Lain lagi dengan Bimbim yang katanya lagi ngerancang web
baru buat member zap, dengan fitur yang lebih canggih dari twitter dan
facebook. Semua tentu aja berdecak kagum. Terlebih lagi Michelle yang nggak
ingin ikatan persahabatannya putus selama dia terbang ke Amerika.
Selain
cerita tentang kehidupan masing – masing, mereka juga bercanda seru. Tak lupa
korbannya tetap Daninda dan Ichan yang dielu – elukan. Tentu aja Daninda dan Ichan
nggak terima. Kompak mereka berdua menjitak semua jidat penuh nafsu. Dion yang
nggak ikutan malah perang jitakan versus Ichan.
Jam
menunjukkan pukul 4 sore, tak terasa ternyata mereka sudah berbincang lebih
dari 3 jam, yups tiga jam! Sebuah percakapan menyenangkan yang membuat mereka
lupa bahwa mereka harus melanjutkan perjalanan.
Baru
saja mereka bangkit untuk pulang, sosok gadis cantik berlari ke arah mereka.
Serempak mereka melongo tak percaya. Hanna disini? Sejak kapan?
Tapi
ada yang tak biasa, cewek itu menatap mereka bertujuh dengan ngos – ngosan.
Keringatnya mengucur deras. Semua menunggu Hanna bicara, sembari menyuruh cewek
itu untuk mengatur nafas.
“Tolongin
gue ... “ ucap Hanna terengah – engah. “Gue butuh bantuan.”
“Iya
kita tau, tapi bantuan apa?” tanya Silvia yag sebelumnya menyuruh Hanna minum
sebentar.
“Kak
Christvera ....” ucapan Hanna menarik semua untuk merapat. “Kak Christvera lagi
ngejar pencopet yang nyuri tasnya.”
Semua
yang ada di situ melongo. Christvera ada disini? Gila, semua kok serba nggak
terduga gini ya? Bagaimana mereka bertujuh bisa bertemu udah disebut keajaiban.
Ini lagi Hanna nongol disini dan tambah ada Christvera yang ngilang entah
kemana ngejar pencopet. Semua seperti flash back dua tahun yang lalu. Bedanya
ini nggak ada acara ngerjainnya Silvia, yang ada copet beneran.
“Nah
terus? Emang isinya apa sampek Christvera ngejar itu copet sampek segitunya?”
tanya Dion yang diamini mereka bertujuh.
“Isinya
...” panik Hanna belum sepenuhnya hilang. “Berlian.”
“BERLIAN???”
kompak semua mendesah keras. Semua pengunjung kafe sontak memandang mereka
berdelapan. Cepat mereka membekap bibir masing – masing. Kaget mendengar ucapan
Hanna yang nggak masuk di akal.
“Lo
serius han?” tanya Ichan mendapat anggukan Hanna.
“Terus
dia lari kemana?” tanya Silvia penasaran.
“Nggak
tau. Gue tadi lari kesini rencananya mau ke security, nggak taunya mata gue
nangkep kalian.” Kini Hanna tiba – tiba memandang tajam. “Tunggu, kalian
reunian nggak bilang gue nih?”
“Kita
ketemu nggak sengaja kok.” Sambung Taro lebih tenang.
“Terus
gimana kalian bisa ketemu .....” suara Hanna menggantung di udara. “Eh ada kak Michelle.”
Mata Hanna berbinar – binar kayak ketemu artis ibukota. “Nggak nyangka kakak
bisa pulag ke indonesia. Cerita dong gimana selama disana?”
TUK,
sebelum Hanna lebih miring lagi karena ketemu Michelle, sebuah jitakan mampu
menarik tatapan Hanna. Disamping Hanna, Bimbim tengah berdiri tak puas meskipun
menjitak Hanna. “Lo itu udah ngos – ngosan kayak dikejar preman demi Christvera,
eh sekarang ganti kayak fans aja ketemu Michelle.” Ucap Bimbim galak.
Hanna
berbalik menatap Bimbim. Pandangan menantang kental dari sorot matanya. “Terus?
Masalah buat lo?”
Sebelum
perang dunia ketiga meletus, senggolan Dion mampu menghentikan segalanya. “Udah
kalo kangen bilang aja, pelukan sana.”
“DIEM
LO!” sambut Hanna dan Bimbim kompak menggeram kesal. Sebaliknya mampu
mengundang tawa mereka berenam, sebelum otak mereka panik memikirkan Christvera
kembali.
“Udah sekarang mestinya kita cari solusinya
nih. Sekarang si Christvera dimana?”Tanya si Ichan yang langsung panic. Begitu
juga yang lain.
“Kayaknya tadi dia ada di Vertigo deh..” ujar Hanna
garuk – garuk kepala tak yakin.
“Oke
deh kita coba kesana aja” Ujar Daninda langsung. Setelah menghabiskan minuman dan
mengganti “ke-rugi-an” cafe itu, mereka kemudian langsung berjalan ke Vertigo.
“Lu yakin tadi ada disini?” Tanya Michelle
curiga.
“Tadi sih ada disini..” Hanna celingak –
celinguk mencari.
“Liat disana!” Seru Silvia menunjuk arah jam
tiga. Tepat. Mereka melihat ada seorang cewek sedang kebingungan, mungkin
mencari sesuatu
“Christ!”
Seru Hanna langsung
“Hanna! Eh? Kok yang lain ada disini?”Ujar
Christ kebingungan. Bingung mencari si pencopet sekaligus bingung kenapa kompak
ada disini.
“Udah
itu gak penting, sekarang yang penting berlian lu kemana semua?” tanya Dion
perduli.
“Gimana ceritanya kok bisa kecopet gitu?”Ujar Bimbim
selidik.
Christvera
tak lagi memikirkan bagaimana mereka bisa kumpul kompak. Konsentrasinya kembali
ke berliannya yang dicuri. “Pas gue lagi jalan, trus ada orang lewat, dia nepok
pundak gue, trus tasnya dibawa lari deh..”
“OOO..
BEGONO” Teriak yang lain serempak dan langsung dihadiahi jitakan hebat.
“Kita
bagi tim deh buat nyari.” Usul Ichan mendapat tatapan tak setuju, namun mereka
diam saja. “Gue setim sama Bimbim dan lala. Terus Dion barengan sama Michelle
dan Silvia. Sisanya ...”
“Gue
nggak setuju!” Hanna berkacak pinggang, namun buru – buru Bimbim menyela.
“Udah
nggak usah pada protes. Ini darurat. Niatnya kan nolongin Christvera.” Bimbim
memandang Hanna sengit. “Lo juga jangan banyak protes.” Matanya menatap galak.
Hanna
cemberut namun Bimbim tak perduli. Setelah keadaan kondusif, Christvera
menjelaskan sosok pencuri dengan singkat, padat , dan jelas. Segera mereka
menyebar menuju sisi yang berlainan. Dalam derap langkah itu, diam – diam ada
perasaan aneh yang berusaha mereka ingkari.
***
Ichan,
Bimbim, dan lala berlari ke arah Trans cars. Suasana yang ramai membuat mereka
bingung mencari sosok yang diceritain Christvera. Selain itu, Bimbim dan lala
pake aksi mogok ngomong segala, jadinya Ichan yang kerepotan.
“Lo
berdua udah nemu ciri – ciri pelaku nggak?” tanya Ichan keras mengatasi
kebisingan.
Tiada
suara ...
“Gimana
uda nemu?”
Tiada
suara ...
“Heh
pada denger gak sih?”
Tiada
suara ...
“Heh
monyet!” Ichan berbalik kesal. “Kalo lo nggak baikan, gue jitak jidat lo pada!”
seru Ichan yang habis kesabaran menghadapi remaja labil sebangsa Hanna dan Bimbim.
***
“Michelle,
lo dari tadi diem aja?” ucap Dion bingung harus bersikap.
“Terus
gue harus ngomong gimana?” Michelle memutar mata kesal.
“Ya
ngomong apa kek?”
“Nah
ini kan gue udah ngomong.”
Silviaa
hanya melengos sembari meninggalkan mereka berdua yang sibuk pedekate. Pake
acara jual mahal lagi, bilang aja sama – sama mau, gerutu Silviaa kesal dalam
hati dianggurin.
***
Setelah
sekian lama mencari, Akhirnya ditemukan satu orang yang mencurigakan. Christvera,
Daninda, dan Taro meneliti seksama. Orang itu cocok dengan ciri – ciri yang
diucapkan Christvera.
“Coba
deh lu deketin orgnya” Ujar Daninda was-was.
Belum
sempat Taro mendekat, pria itu menodongkan pistol. Jarak yang begitu dekat
membuat Taro menjadi sasaran empuk dijadikan sandera. Kini cowok itu hanya bisa
diam, entah memikirkan rencana atau pasrah. Daninda dan chrisvera hanya bisa
membeku di tempat. Bingung harus teriak apa nangis. *opsinya gak ada yang bener
-_-
“ANGKAT TANGANMU! BERLUTUT DI LANTAI! CEPAT!”
Pencopet itu pun menodongkan pistol dan membuat semuanya panik. Tak hanya dua
cewek cantik itu yang ketakutan, kini semua pengunjung berlarian tak karuan.
Suasana mencekam berkat pistol yang ditodongkan ke Taro.
Suara
teriakan pengunjung mengundang dua tim lainnya yang menyebar segera ke lokasi.
Tak sampai lima menit mereka berenam sudah mencul disamping Daninda dan Christvera.
Mereka terkejut melihat Taro yang dijadikan sandera.
“Gimana
nih? Apa yang harus kita lakuin? Itu pistol beneran woey.. klo kita salah rencana,
tamat si Taro.” Ujar Bimbim panik.
“Gini
deh, pengunjung kan lagi ribet, gue sama Dion ke belakang si pencopet, entar
gue sergap dari belakang. Nah lo tugasnya terus ajak dia ngobrol bim, biar
konsentrasinya ke lo. Terus ceweknya cepet tarik Taro dari jarak bahaya.
Paham?” jelas Ichan disetujui semua anak.
Segera
setelah rencana di bentuk, Ichan dan Dion hilang di balik kerumuan pengunjung
yang panik. Bimbim langsung bersiap mendekat ke pencopet, ngajak ngobrol
sekalian nobar bola mungkin, hehhehe. Tapi jujur aja dia takut banget, apalagi
pistolnya berubah dari Taro tepat ke mukanya.
“KAMU
KENAPA MENDEKAT? TIARAP!” Perintah si pencopet yang dibalas garukan kepala oleh
Bimbim.
“Gini
pak, bukannya saya nantang ya, tapi liat deh anak kecil yang bapak sandera.
Udah kecil, nggak ganteng, nggak keren, pokoknya nggak ada bagus – bagusnya deh
pak.” Ucap Bimbim disambut tampang Taro yang pengen ngegampar. Bimbim
melanjutkan, pura – pura gk ngelihat Taro. “Udah gitu ingusan lagi pak. Jadi
saran saya, kenapa gak dilepas aja? Cari sandera yang lebih cantik dan bohai,
kayak dia misalnya.” Bimbim menunjuk Michelle. Yang ditunjuk cuma melotot
pengen ngejitak.
“Bener
juga kamu ....” si pencopet tampak setuju, namun sedetik kemudian dia berteriak
lagi. “KAMU MEMPERMAINKAN SAYA YA? CEPAT TIA ....”
HAP,
belum sempat si pencopet menyelesaikan ucapannya, dari belakang kompak Ichan
dan Dion menyergap. Terjadi pergumulan hebat diantara mereka bertiga, sementara
Taro lari ke arah Bimbim and the beauty girls. Posisi sekarang bahaya banget, Dion
berusaha mengambil pistol sedangkan pistolnya sendiri tepat di depan hidung Ichan.
Tubuh Ichan yang atletis dengan mudah mengunci tubuh si pencopet. Namun tidak dengan
Dion yang begonya nggak bisa melucuti pistol dengan cepat. DOOOR, suara
tembakan menggema di udara. Nyaris saja hidung Ichan bener – bener raib, kalau
saja Daninda tidak turun tangan. Cewek itu yang diam – diam ikut kejuaraan
karate nasional, langsung memukul tengkuk si pencopet. Cepat si pencopet hilang
kesadaran dan ambruk di lantai.
Semua
bernafas lega, termasuk para pengunjung yang ikut bertepuk tangan. Tak lama
kemudian security datang dengan beberapa polisi. Tanpa menunggu lama si
pencopet dibekuk dan tas yang berisi berlian dikembalikan ke Christvera.
“Gimana
isinya? Masih lengkap?” tanya Silvia begitu Christvera membuka tasnya.
“Alhamdulillah
masih utuh.” Senyumnya lebar. Christvera melanjutkan. “Makasih ya kalian udah
nolongin gue. Tanpa kalian gue udah nangis tujuh hari tujuh malam mungkin.”
“Hufftt
... nyaris aja muka gue raib.” Taro mengelus dada. Kemudian TUK, Taro menjitak Bimbim
tanpa ampun. “Catet, gue nggak pake ingus ya! Dan masalah cakep, masih unggul
gue dibanding lo.”
“Tapi
buktinya di putusin amanda.” Ejek Bimbim tak perduli. Taro semakin jengkel.
“Bukan
amanda yang mutusin, tapi gue ...”
“Terus
siapa yang statusnya bilang gini ‘tak ada kamu, dunia terasa tak lengkap’
hahahaha, alay banget lo.” Cibir Bimbim membuat Taro cepat mengejar cowok itu.
“Dik, kalian yang menangkap penjahat ini ya?”
Tanya pak polisi.
Mereka
semua kompak menjawab. “Iya pak, kenapa?”
“Berdasarkan
data di kantor kami, penjahat ini adalah buron di daerah ini. Terima kasih
telah menangkapnya.”
Mereka
semua pun kaget. “Beneran pak?” Tanya Taro.
“DEMI
TU-HAAAAAAAAN” Kata pak polisi yang disambut gelak tawa mereka semua.
Akhirnya mereka menghabiskan waktu lebih lama lagi di trans studio. Jalan – jalan bersama menikmati sore dengan semua member zap yang lengkap hadir. Terlebih Hanna dan Christvera yang sama sekali tak diduga kedatangannya. Tapi sekali lagi, apapun sebuah kebetulan itu, semakin mempererat persahabatan yang bisa dikatakan masuk dalam kategori aneh. Rentang umur yang terlalu jauh tampaknya bukan masalah bagi mereka. Namun apapun itu, persahabatan akan tetap menjadi sahabat selama adanya sikap saling menghormati dan menghargai.
Akhirnya mereka menghabiskan waktu lebih lama lagi di trans studio. Jalan – jalan bersama menikmati sore dengan semua member zap yang lengkap hadir. Terlebih Hanna dan Christvera yang sama sekali tak diduga kedatangannya. Tapi sekali lagi, apapun sebuah kebetulan itu, semakin mempererat persahabatan yang bisa dikatakan masuk dalam kategori aneh. Rentang umur yang terlalu jauh tampaknya bukan masalah bagi mereka. Namun apapun itu, persahabatan akan tetap menjadi sahabat selama adanya sikap saling menghormati dan menghargai.
So,
apapun keadaannya, kita semua sahabat kan, Guys?
0 komentar