Sebuah Lagu untuk Masa Lalu
01.12
Kita bermain – main , siang – siang hari senin
Tertawa satu sama lain
Semua bahagia 2x
Kita berangan – angan merangkai masa depan
Di bawah kering dahan – dahan
Semua bahagia 2x
Matahari, seakan tersenyum
Walau makan susah, walau hidup susah, walau tuk senyum pun susah
Rasa syukur ini karena bersamamu juga susah dilupakan
Walau makan susah, walau hidup
Rasa syukur ini karena bersamamu juga susah dilupakan
Aku bahagia 2X
Kita berlari, bersama mengejar mimpi, tak ada kata tuk berhenti
Semua bahagia2x
Matahari, seakan tersenyum
Kembali ke reff
Lagu sherina Munaf “Ku Bahagia” adalah satu dari
beberapa lagu yang aku suka. Salah satu aransemen dari film dan novel best
seller laskar pelangi karya Andrea Hirata. Terdengar biasa memang, tak ada yang
khusus. Namun dari sana aku dapat terbang ke masa lalu.
Masa lalu yang indah dan tidak pernah terlupakan.
Sebuah catatan kecil tentang perjuangan,
kepolosan remaja, dan persahabatan. Tentang sekumpulan anak kecil yang bisa
disebut labil. Penuh dengan semangat menggebu – gebu kemudian lenyap entah
kemana. Penuh energi positif tanpa memikirkan resiko. Penuh gairah untuk
melangkah jauh, tanpa pikiran realistis. Singkatnya, melangkah tanpa beban.
Dari sana, mimpi dimulai. Tertawa tanpa batas
sembari memandang hamparan langit. Di sore hari, di lapangan tengah sekolah.
Tiada yang menghalangi. Tiada yang merusak mimpi indah kami.
Tiga serangkai triple A. Ata, Afe, Ame.
Si ambisius mulai menceritakan kisahnya. Dia
ingin melepaskan diri dari yang namanya derita. Derita disini nama lain dari
keinginan melarikan diri. Dia terlalu takut menghadapi apa disebut kenyataan.
Kenyataan bahwa keluarganya tak lagi harmonis.
Kenyataan bahwa keluarganya tak lagi memiliki kekayaan materi. Kenyataan bahwa
ada perbedaan sikap antar saudara kandung. Kenyataan bahwa dia malu hidup
miskin.
Padahal dibalik kenyataan itu, dia memiliki
segudang potensi tak terduga. Kesempuraan bakat yang khusus diberikan untuknya.
Kekuatan hatinya dari semua tekanan, mampu mendorongnya kuat. Dia berbeda dari
yang lain. Si egois manis yang pintar memotivasi diri sendiri.
Sedangkan Si Humoris tetap tertawa di depan semua
orang. Melontarkan gurauan yang membuat semua orang terpingkal. Menarik semua
orang dalam pusaran energi gembira mengisi baterai kehidupan. Di balik senyum
khas bahwa semua baik – baik saja, dia tidak sekuat apa yang terlihat.
Bayangan dikekang orang tua begitu merapat. Sikap
ibunya yang terlalu membatasi, yang mana ingin menjaganya dari apapun, sering
menyakiti hatinya. Sikap manja kakaknya tak kalah memuakkan. Yah kurang
lebihnya begitu.
Namun, meski begitu, Si Humoris tetap berdiri
kuat. Disamping tertawa dan sesekali menangis di balik selimut kesendirian.
Memasang mimpinya di atas langit, di sore hari bersama yang lain.
Si Jilbaber, lebih pelan dalam menyikapi segala
sesuatu. Semua yang dia hadapi dipandang simple. Tidak ada yang susah dalam
pikirannya. Namun sekali lagi, tidak semua hal selamanya seperti itu. Tidak
selamanya seseorang kuat dengan berbagai masalah yang menghampiri. Termasuk
perceraian orang tuanya yang tak urung mematahkan hatinya. Tak urung membuat
hidupnya nyaris hilang kendali.
Namun sore itu, di tengah lapangan sekolah
sehabis basket, mereka bersama. Merebahkan tubuh sembari memandang birunya
langit.
“Hm ... di masa depan, kamu mau jadi apa ta?”
tanya si egois tanpa mengalihkan pandangan.
“Sederhana, aku ingin jadi fotografer. Kamu fe?”
“Mungkin jadi atlet karate nasional menyenangkan.
Kamu pengen jadi apa me?”
Si egois menghela nafas. “Aku ingin jadi penulis.
Dimana dari sana, aku ingin siapapun yang membaca karyaku akan tergerak untuk
berubah. Menjadi seseorang yang lebih baik.”
Ya, hanya mimpi kecil. Mimpi tiga anak kecil yang
tidak realistis. Namun dari sana semua berkembang. Semua bermula menjadi
kesempatan besar yang akan membawa mereka menuju arah tak terduga.
Namun diantara mereka bertiga, si jilbaber
berhasil meraihnya lebih dulu. Si egois membuka jalan perlahan menuju bakat
besarnya. Dan si humoris tengah mencoba apa yang disebut keluar dari kekangan.
Meski tak selamanya berjalan mulus, mereka bertiga tetap percaya pada mimpi.
Meski itu tidak realistis. Meski itu penuh resiko
tentangan dari semua orang terdekat. Tak perduli sesulit apapun, mereka jalani
walaupun harus dengan merangkak untuk mencapainya.
Yang namanya mimpi, akan selamanya mimpi. Selama
kita tak berusaha untuk merubah. Tak berusaha untuk berani keluar dari kotak
segi enam yang penuh keamanan.
Yang namanya mimpi, tak ada yang mustahil. Selama
ada passion untuk terus mengejar, selama istikomah untuk melaju kedepan.
Everything is possible.
Karena hidup tanpa mimpi dan tanpa keberanian,
yang terjadi hanya itu saja. Tidak ada perubahan berarti, mungkin selamanya tak berubah malah. suatu saat pasti membosankan.
Trust me.
0 komentar