Simfoni Perpisahan

03.27



Ini sebuah potongan kecil dari cerita nyata. Memang ini cerpen aja, tapi lebih dari itu, ini adalah kado untuk seseorang disana. Sukses selalu ya nyet :) Amiiiin :)



Simfoni  Perpisahan

Hari ini, aku melihat kristal bening jatuh perlahan. Setetes demi setetes penuh sesak. Terisak – isak kamu menarik ibaku. Aku tak menangis, sungguh. Hatiku hanya terasa sakit sedikit. Hanya dengan melihat air mata yang jatuh, aku bertanya – tanya, mengapa kamu seperti itu? Tangismu seolah punya cerita sendiri. Layaknya ibu yang kehilangan anak yang disayanginya. Namun aku tau tangismu lebih dari itu. Mungkin aku sok tau, tapi itulah yang aku tau.
          Hari ini, sebuah perpisahan terjadi di depan mataku. Bahkan aku satu dari aktor yang ikut serta. Aku melihat lambaian selamat tinggal ditemani senyum terpaksa dan mata sembab yang kamu tutupi. Tak lama setelah dia berpaling, kamu lari ke kamar, menangis tanpa henti dan menghiraukan matamu yang perih. Semua itu membuatku bertanya – tanya, mengapa setiap perpisahan ada tangis? Mengapa setiap perpisahan ada pelukan? Mengapa setiap perpisahan ada lambaian selamat tinggal? Mengapa setiap perpisahan menyisakan luka?
          Hari ini, aku merasakan hawa kesedihan yang belum hilang. Pekat sangat suasana itu menyesakkan paru – paruku. Padahal aku bukan kru penting yang perlu tau. Sesak itu masuk terlalu jauh, hingga aku tak tau harus berbuat apa dan bagaimana. Haruskah aku bersedih? Haruskan aku menangis? Haruskah aku ikut meratap setiap bangun pagi?
          Hari ini, otakku tak bisa lagi berfikir jernih. Tentang apa yang kamu rasakan atas kepergian dia. Melihat tingkah anehmu, aku tak tahan. Diam, tak mau makan, bahkan kau mengacuhkan aku ketika aku bicara. Apakah dia seberharga itu? Apa dia sangat penting dalam hidupmu? Apakah kamu sangat mencintainya hingga terus murung sampai detik ini?
          Hari ini, aku ingin bertanya padamu tentang arti perpisahan. Ada pertanyaan besar yang menari – nari dalam anganku setiap harinya. Jujur aku tak tega melihat air matamu jatuh lagi. Apalagi saat kupetik gitar perlahan, mendesah pelan menyanyikan lagu selamat jalan. Adakah yang salah? Apakah aku? Apakah lagu? Apakah kenanganmu?
          Hari ini, kuberanikan bertanya secuil kisah kasihmu bersama dia. Akan arti pertemuan, perkenalan, persahabatan, rasa sayang, hingga perpisahan. Bolehkan aku tau? Bolehkan aku mengerti perasaanmu? Bolehkan aku belajar semua arti itu darimu?
          Hari ini, kudengar cerita asing dari bibirmu. Sepatah demi sepatah kamu bertutur padaku layaknya nenek tua makan asam garam kehidupan. Beberapa suara terdengar lirih, sisanya diselingi tawa penuh canda kebahagiaan. Disela gelak tawamu, aku juga ikut terkikik, sembari tetap mendengar seksama meski aku tetap tak mengerti poin utamanya.
          Hari ini, kamu berkata padaku, akan sebuah pertemuan memerlukan awal, tak harus awal yang menyenangkan, bisa saja kebetulan yang tak disengaja. Akan perkenalan yang butuh proses. Sebuah proses yang tak selamanya lancar, kadang penuh lika – liku malah. Akan persahabatan yang dimulai dari ketulusan, bukan keinginan untuk menusuk dari belakang. Akan kasih sayang yang bermula dari perhatian, dan ditutup kata tak menyenangkan yang disebut perpisahan.
Hari ini, kamu bercerita banyak, bahwa untuk dicintai, tidak perlu mencari, namun dia akan datang sendiri sejalan perasaan sayang yang hadir. Kamu bercerita pula, untuk menjadi sahabat yang baik, aku perlu mendengar, bukan bersikap sok jagoan dengan memberi mereka solusi. Kamu berkata lagi, bahwa untuk tulus, aku tidak perlu berfikir berapa banyak yang kuberi, namun teruslah aku memberi. Dan tentang perpisahan, kamu diam sebentar, sementara aku mencerna apa yang kamu bicarakan.
Hari ini, aku sedikit terharu, ketika kamu bercerita tentang satu kata sederhana, namun penuh makna, cinta. Ada binar – binar malu dan semburat merah di pipimu. Aku tersenyum tak sabar untuk menunggu kamu bicara, sungguh. Berdeham sebentar, kamu memulai suaramu kembali. Katamu cinta adalah hakiki, namun tak tau pasti kapan datangnya. Cinta tidak dipilih, tapi memilih. Cinta mengalir saja bak riak air yang turun perlahan, berkumpul dan berakhir menjadi sebuah sumber. Cinta itu indah, katamu. Selama kamu tidak terjebak di dalamnya dan diperbudak olehnya. Selama kamu dijaga dia, selama dia tidak menyakiti perasaanmu maupun sebaliknya. Perlahan aku tau, karena inikah kamu kehilangan dia? Karena inikah kamu tak berani mengadapi dunia sendirian? Apa karena kamu terlalu nyaman dengan yang namanya cinta? Iya kan? pasti dicintai olehnya semua akan baik – baik saja begitu kalian bersama.
Hari ini, katamu, bahwa setiap pertemuan pasti ada perpisahan, dan setiap perpisahan ada pilihan untuk kembali bertemu. Katamu, sebuah perpisahan adalah ujian menjadi kuat, menjadi tegar, dan mempertanyakan perasaan cintamu tentang dia. Perpisahan tidak selalu menyedihkan, karena ada pilihan untuk menangisi dia atau sebaliknya. Dibalik perpisahan ada pertemuan, dan siklus itu terus berputar. Selama kita berusaha untuk tak menyerah padanya.
Hari ini, setelah aku mendengar ceritamu, sebagian pertanyaanku sudah terjawab. Pertanyaan – pertanyaan itu mulai lenyap dari otakku. Namun untuk diriku sendiri, aku bertanya lagi. Mengapa cinta tak datang padaku? Mengapa tak ada tulus yang menyentuh hatiku? Mengapa perpisahan malah menamparku? Aku tetap tak tahu semua jawabannya. Tapi lupakan, pertanyaan itu memang tak perlu dijawab.
Hari ini, berkat kamu aku tau banyak hal. Aku tak akan mencari pertanyaan – pertanyaan aneh yang sempat melintas dalam otakku tadi. Karena pada saat yang akan datang, semua pasti sudah ditetapkan dari sana. Bagaimana dan kapan aku akan menemukan jawaban atas pertanyaan yang kutanyakan. Apa dan bagaimana aku menemukan cerita sepertimu. Cerita yang kuharap sama bahkan lebih indah. Khususnya untuk perpisahan, aku tak ingin menjalaninya seperti ceritamu. Karena aku tau, sakitnya pasti sulit dihapus bahkan aku menemukan penggantinya sekalipun.
Hari ini, Setidaknya memperhatikanmu kembali, aku belajar beberapa hal. Melihat ketegaran dan semangatmu menjalani hidup tanpa dia, aku bangga padamu. Aku salut atas keberanianmu menunggu dia, meski semua tak pasti. Melalui tatapan matamu, aku tau ada harapan  disana. Dari sana aku percaya akan hari esok. Pelajaran yang belum tentu kudapatkan dari bangku sekolah. Pelajaran yang belum tentu kutemui dari masyarakat.
Hari esok, adalah sebuah penantian panjang bagi perpisahan. Ada sabar dan ikhlas yang harus dilalui sebelum bahagia. Ada rahasia yang belum kita ketahui. Ada kenyataan yang mungkin saja berubah. Ada kejutan dan rencana yang mungkin belum terealisasi.
Hari esok, mungkin saja cinta itu telah berubah. Mungkin saja sayang itu sudah hilang sejalan dia di tempat baru. Mungkin semua pertemuan, perkenalan, persahabatan, dan ketulusan sudah tak berguna, dilupakan begitu saja hingga semua berakhir sia – sia. Hanya karena dia memiliki dunia baru tanpa kita ikut di dalamnya. Hilang semua kenangan, yang ada hanya sesalan.
Hari esok, Mungkin bukan dia yang berubah, tapi bisa jadi kamu, aku. Tak menutup kemungkinan semua terjadi karena adanya pihak ketiga. Pihak ketiga yang mengisi kepergian dia. Mengisi lembar kosong yang tak kamu lalui bersama dia. Mengisi kisah baru yang bagian terpentingnya seharusnya bersama dia. Dan kamu melewatkan bagian itu tanpa mengingat dia, barang sedetikpun saja tidak.
Hari esok, semua serba mungkin. Kamu dan aku sama – sama tak tau apa yang akan terjadi kedepannya. Bisa saja makna pelajaran yang kamu berikan hari ini berbeda. Bisa saja definisi pertemuan, perkenalan, persahabatan, rasa sayang, dan perpisahan yang kamu ucapkan berubah. Semua serba bisa. Karena perasaan manusia tidak selamanya sama setiap waktu, ada beberapa keadaan yang memaksa berubah, dan ada beberapa kejadian yang merubah pemikiran dan perasaan.
Hari esok, aku tau memang semua serba tak pasti. Namun aku yakin satu dari beberapa hal, bahwa hari esok pasti menyenangkan. Karena itu semua rencana-Nya. Karena Tuhan itu memberi apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan. Karena semua itu rencana indah yang memang sudah disiapkan. Karena semua itu memang terbungkus indah khusus untuk kita. Aku, kamu, dan dia.
Dan tentang perpisahan, aku yakin tidak selamanya sesak dan menyisakan luka. Karena seperti kebahagiaan, perpisahan juga skenario yang harus terjadi dan harus dilewati. Dan perpisahan bisa terjadi kapan saja.
Bisa hari ini, bisa juga hari esok.






You Might Also Like

2 komentar

Like us on Facebook

Flickr Images

fmaulidaa @Instagram

Subscribe