Petir

05.20

Hari ini hujan. Seperti biasa aku hanya meringkuk dibalik selimut. Ditemani kenangan – kenangan kecil yang mengobrak – abrik separuh tenagaku. Tenaga kehidupan yang memacu untuk berdiri tegak dan kuat. Meski, terkadang aku tak memiliki tenaga superior itu. Terlebih ketika hujan mulai turun dan jatuh bersama air mataku. Air mata kerinduan.
Bersama hujan, aku mengingat suatu film yang tiba – tiba berputar dalam ingatanku. Tentang aku, kakak, dan bapak. Film ini dibuat aku masih taman kanak – kanak. Yang artinya umurku kurang lebih lima tahun. Ternyata sudah lama juga. Dua belas tahun lalu dan aku masih mengingat dengan baik kenangan itu.
Bukan kenangan yang istimewa, juga bukan kenangan penting yang perlu diingat seumur hidupku. Hanya sekedar pembicaraan kecil dibalik selimut. Selimut yang hangat. Selimut yang menawarkan keamanan dan kasih sayang. Selimut yang bahkan sudah kulupa warna dan bahannya. Sebenarnya bukan selimut yang penting. Tapi bersama siapa aku berada di balik selimut itu.
Saat itu aku anak – anak. Yang tak pernah terlintas bayangan seperti apa kehidupan ke depan. Kehidupan yang jelas sekali berbeda dengan harapan dan keinginan. Kehidupan yang keras dan menunggu untuk dilalui. Kehidupan yang kurasa, aku bersyukur bisa melaluinya.
“Kenapa sih pak petir itu keras suaranya?”
Kurasa itu pertanyaanku dulu.
“Ayo yus dijawab pertanyaannya Linda.”
Dan Yus adalah nama panggilan kakakku, yusron. Umurnya sepuluh tahun saat itu.
“Petir keras karena perbedaan kolom udara. Gesekan dengan udara membuat bunyi keras yang dinamakan petir.” 
“Kamu nggak takut sama petir?” Bapak tersenyum di sebelahku.
“Kalo takut kan tinggal sembunyi.” Aku tergelak.
“Idiih, dasar penakut.” Ejek mas Yus tersenyum.  
Senyum khas anak - anak yang sekarang tak pernah kulihat.
Banyuwangi, 17 November 2013
~@~
Benar mas, perbedaan itulah yang membuat gesekan, sehingga perbedaan seolah membuat hati kita sama  - sama keras.
Mungkin benar mas, aku penakut yang selalu lari dan bersembunyi. Aku memilih berlindung dibalik selimut meski aku tau selimut itu tak tebal malah membuatku semakin kedinginan. Dan kedinginan itu sering membuatku berfikir untuk kembali di masa lalu dimana aku bebas mencari pelukan untuk membuatku tenang.
Mungkin benar mas, meski aku dewasa, aku tak ubahnya anak kecil yang sering bertanya tentang mengapa harus ada gesekan yang membuat perbedaan semakin jelas. Perbedaan yang merenggut masa kecil kita sehingga kita tumbuh seolah di tempat yang berbeda. Bukan terlahir dari ibu yang sama dengan kasih sayang yang sama. Aku sering berfikir mas, apakah aku masih anak kecil ketika aku mengharap perhatianmu yang sudah sepuluh tahun hilang dari hidupku? Bisakah kita tertawa bersama kembali seperti dahulu?
Aku merenung, bisakan tidak ada petir meski ada gesekan? Kurasa aku mulai gila!





You Might Also Like

0 komentar

Like us on Facebook

Flickr Images

fmaulidaa @Instagram

Subscribe