Buatku, basket itu sebuah candu, yang mana, bila aku tak memainkannya dalam jangka waktu yang lama, mungkin aku bisa mati pelan-pelan.
Bicara basket seperti tak ada habisnya. Basket adalah penyelamat saat aku berada di posisi terendah. Basket memberiku teman, mengenalkanku pada orang-orang baru, dan obat terbaik setiap kali menjadi gila.
Baiklah, akan aku ceritakan bagaimana bisa menggilai basket hingga begini.
Awal tertarik basket adalah sekolah dasar. Dulu rumah lamaku dekat salah satu SMA yang ada lapangan basketnya. Setiap hari minggu ada beberapa anak SMA yang main di sana. Sebagai bocah yang penasaran, sering ngelihatin orang main dari pinggir lapangan. Ngintip-ngintip gitu. Suatu hari, dengan bocah-bocah ingusan lainnya, aku memberanikan diri masuk lapangan basket. Setiap bola keluar garis, aku berperan jadi pengambil bola. Pernah juga pas ngambil bola kepalaku kena bola shooting yang melebar. Anehnya, bukan kapok malah pengen banget main basket. Sejak hari itu aku berjanji akan ikut basket di SMP.
Masuk basket di SMP 1 Cluring adalah sebuah babak baru dalam hidup. Sekolah ini favorit. Pemain basketnya lumayan, tapi nggak jago amat. Mentok paling 3 besar. Selama di SMP ini aku masuk ekstrakurikuler basket. Dari Farah yang badannya kurus, berkembang jadi Farah yang bisep trisepnya kekar *jangan dibayangin haha. Setiap dua kali dalam seminggu selalu latihan basket. Bertekad pokoknya harus masuk tim inti. Sampai-sampai, demi masuk tim inti, pernah nyaris pingsan pas pemanasaran. Mata udah gelap terang. Dan apa yang membuatku bertahan?
“Far, kalau kamu pingsan, kamu nggak pernah punya kesempatan masuk tim inti!”
Kepalaku bilang gitu, dan aku nggak jadi pingsan haha
Masa SMP adalah titik terendah dalam keluarga kami. Ekonomi benar-benar jatuh. Orang tua di rumah sering sekali marah-marah, dan biasanya aku yang menjadi pelampiasan. Sebab itu lah, basket menjadi satu-satunya pelarian. Aku selalu berangkat pagi buta *naik sepeda mini 16 km pulang-pergi* dan pulang magrib. Kerjaannya kalau nggak main basket, ya stay di perpustakaan. Setiap kali pulang rumah, langsung mandi, masuk kamar *dan dikunci*, terus belajar, dan fase akan berulang setiap hari. Mungkin karena itu lah prestasiku selama SMP benar-benar puncaknya; tim inti basket sekolah dan selalu pergi lomba atau olimpiade ke mana-mana.
Basket SMP mengenalkanku pada sahabat kental hingga hari ini, yaitu Putri Anggraheni Kusumaningrum (Aning/Ata) dan Fanoni May (Cucu/Ave).
Iyap, kami punya panggilan nama masing-masing. Ame-Ata-Ave.
Hari itu, kalau tidak ada basket, aku nggak tahu akan seperti apa jadinya. Mungkin aku akan jadi gadis pemurung yang sedih memikirkan keluarganya. Atau mungkin, aku akan bergabung dengan anak-anak badung sekolah yang pernah ketangkep nonton video b*kep wk *percaya deh, dulu ya, dari 8 kelas cuma 3 kelas yang dinyatakan bersih haha kelasku? Tentu aja bersih dong. Orang kelas unggulan haha*
Beranjak SMA, basket seperti hilang secara tiba-tiba. Aku masuk tim sekolah, dan sama sekali nggak cocok dengan anak-anak kota yang membentuk geng sendiri. Sebagai anak dari ndeso *sekolah SMPku Banyuwangi selatan, dan SMAku Banyuwangi utara atau kota, jadi ya you know kenapa dikatakan ndeso wk*, keberadaanku sama sekali ngga dianggap. Akhirnya aku memutuskan keluar.
Padahal masa SMA adalah masa ketika aku membenci semua orang; aku benci orang tuaku, aku benci keadaan yang tidak mendukungku masuk SMA unggulan sebelah *unggulan di Banyuwangi Selatan*, aku benci melihat sahabatku masuk SMA sana dan memamerkan teman-teman barunya beserta tim basketnya. Karena kecewa dengan semuanya, aku tidak lagi peduli dengan sekolah. Nilai anjlok drastis, menutup diri dari pergaulan, dan menjaga jarak dengan sahabat SMP. Bahkan basket yang kucintai hari itu tak bisa menyelamatkan apapun.
Tapi hari itu bakat lain muncul, yaitu menulis. Aku menjadi ketua redaksi majalah sekolah. Akan kuceritakan setelah ini, atau kapan-kapan, kalau aku sempat.
Vakum basket selama dua tahun di SMA membuat badanku yang ideal menjadi menggelembung. Kemampuanku dribble dan shoot juga sudah kaku. Tingkat Persiapan Bersama (TPB) adalah babak kedua perbasketan dimulai.
Pertandingan pertama yang kuikuti di kampus adalah lomba basket semarak bidikmisi, lanjut ke lomba antar kelas di TPB. Hasilnya sih untuk semarak bidikmisi, alhamdulillah juara satu. Sedangkan basket antar kelas, pertandingan pertama langsung kalah hahaha
Menginjak tingkat dua sampai tingkat empat, basket nggak pernah lepas. Setiap kesempatan latihan selalu datang. Berusaha akrab dengan teman-teman departemen dan kakak tingkat. Rela di-bully sebagai bahan becandaan biar makin akrab. Hasilnya?
Keluarga. Aku nemu keluarga di basket Agronomi dan Hortikultura ini!
Mulai dari drama cinta segi banyak yang pasti jadi bahan ketawa-an di grup basket departemen *cinta segi banyak antara aku, Mei, Alex, Nurdin wkwkw. Ini becandaan ajasih. Soalnya Mei cantik, dan sering jadi rebutan cowok-cowok haha sementara aku di sini posisinya adalah orang yang tidak diinginkan dan dijadikan olok-olok haha Foto Mei tuh yang paling atas yang dinomori. Jadi semacam ada serialnya mah dulu wk*, terus nonton live basket IBL di Jakarta *ini salah satu mimpi pas SMA. Dulu pernah ngomong kalau kuliah harus jauh, dan nonton basket IBL secara langsung. Alhamdulillah udah lunas janjinya yak haha*. Dari basket ini juga selama penelitian dibantuin masalah motor *makasih Kak Abay yang udah pinjemin motornya selama empat bulan penelitian. Nggak tahu terimakasih cara bagaimana lagi sama kakak*. Beruntung kenal orang-orang baik di basket departemen ini, mulai dari Kak Nurdin, Alex, Kak Vella, Kak Dyana, dan Kak Putri. Oiya, tadi dibawain daging kurban sama Kak Putri biar icip hihi makasih loh kak ^^
Selama ini, kalau dilihat dari segi prestasi, apasih yang udah tercapai?
Paling epic, dan maenstream, adalah juara 1 basket Fakultas Serie-A. Empat tahun masuk departemen, empat tahun juga juara Fakultas. Jadi kapten basket departemen pas tingkat tiga. Kenangannya banyak sih, seperti cuma modal tujuh orang doang, AGH bisa libas abis MSL, PTN, dan ARL wk Gimana nggak menang, orang pemain jago fakultas pertanian kebanyakan dari AGH?! wk
Epic berikutnya, adalah Azalea AGH 51 akhirnya juara basket Departemen Agrosportment dong wkwk setelah tiga tahun jadi kapten, tahun ketiga baru menang, itu pun setelah anak 49 pada lulus haha Tapi bangga sih setidaknya Azalea pernah menang, dan ada buahnya juga jadi kapten wk
Lumayan epic lainnya adalah, prestasi paling pol fakultas pertanian adalah masuk semifinal wkwk juara 4 gegara kalah sama diploma. Tapi itu permainan paling asik sih menurutku, yah walaupun aku baru tingkat dua dan otomatis cadangan... permainan OMI masa itu lebih menyenangkan ketimbang tahun-tahun berikutnya wk
Last, sebagai pemain basket fakultas, pernah mewakili FAPERTA di ALL STAR IPB. Asik sih kenal orang-orang baru yang jago basket di IPB. Sebagai remah rengginang diantara mereka, senang aja sih bisa berkontribusi wk
---
Basket, selamanya, adalah jalan Allah paling indah yang pernah ada. Basket menyelamatkan kejiwaan dengan memberikan semangat dan tawa yang nggak ada habis-habisnya. Basket mengenalkan pada orang-orang baik yang selalu membantu. Basket juga sarana cuci otak kalau lagi suntuk. Basket adalah segalanya dalam hidupku.
Jadi nanti, kalau aku punya anak, bakal kuajarin dia main basket. Biar hidupnya ngga melulu belajar. Biar kalau dia suntuk, dia bisa lari pada bola dan capek. Dia pasti bakal baik-baik aja.
Kalau kamu baca ini, apakah kamu punya hobi olahraga semenyenangkan ini? Kalau iya, olahraga apa? hihi
---
Farah Maulida; Position 1/ 2/ 3. Point Guard. Play maker. Three point shooter.