Menulis Itu Gampang!
19.44
Berhubung sedang pengen nulis aja, dan hitung-hitung menghabiskan hari ini dengan sedikit lebih produktif, akan kuceritakan mengapa bisa memiliki hobi nulis.
Awalnya ngga bisa nulis, serius dah. Dari SD paling ya nulis-nulis ngga jelas. Bakat sedikit terlihat di kelas 8 SMP. Hari itu diberi kepercayaan guru ikut lomba puisi FL2SN tingkat Banyuwangi, dan secara bersamaan ikut 0SN bidang biologi juga. Ternyata puisi di FL2SN juara 1, katanya sih gitu ya. Pas hari H untuk cipta puisi ada semacam tes atau apa gitu, dan harinya bareng sama OSN biologi. Akhirnya aku pilih biologi dong, walau pun sebenarnya udah kelihatan mata aku ngga bakal menang. Dan bener aja, lolos lima besar aja nggak hehe gara-gara milih OSN biologi itu, terjadilah perang-perang kecil di SMP, sampai-sampai melibatkan golongan guru biologi-ekskta dan guru bahasa indonesia. Aku di sidang gara-gara mengucapkan kata yang kurang pantas. Nah yakan namanya juga bocah. Labil banget disindir guru bahasa indonesia.
Selain dikenal sebagai anak basket oleh guru olahraga, dan anak olimpiade oleh guru-guru eksakta dan sosial, namaku terkenal lagi di kantor guru gara-gara drama bahasa indonesia tadi. Semenjak itu aku ngga mau dikenal guru. Nggak mau berusaha bersinar lagi hehe
Oke lanjut SMA, berhubung basket sama sekali nggak banget, akhirnya aku memilih ekstra majalah. Saat itu ekstra ‘Sketsa’ baru aja bangun dari mati suri. Ketuanya masih Mba Nadya *untung bukan Nady wkwk*, anak kelas 3, yang mati-matian nerbitin majalah. Karena tertarik, bergabunglah aku. Waktu itu yang ikut masih sedikit banget. Menginjak kelas dua, aku dipercaya Kak Rivani buat jadi ketua Sketsa. Yah beginilah timnya.
Dan beginilah bentuk majalah edisi pemrednya Farah Maulida wk
Kalau diceritain gimana drama ketika buat majalah, beuuh panjang banget. Intinya adalah selama menjadi pemimpin redaksi ini banyak banget belajarnya. Dari mulai ngertiin tipikal temen yang gabung cuma-buat-formalitas-ikut-ekstrakurikuler sampai yang benar-benar niat. Menjadi pemimpin redaksi juga bikin aku berani dateng ke sponsor-sponsor potensial, seperti Mas Aris dari Telkomsel, Sophie Martin, dan Bakpia Glenmore. Dari Sketsa itu juga tahu caranya pergi ke percetakan, dan ngurus segala sesuatu terkait keuangan dengan sekolah. Kadang menurutku, alasan Allah nempatin aku ke SMAN 1 Glagah mungkin ini; biar aku belajar hal baru, bertemu orang-orang baru, dan mengenal lingkungan baru.
Ketika berada di Sketsa aku masih nggak bisa nulis. Paling nulis ya nulis diary hahaha Oiya, sekali deng pernah, yaitu menang lomba menulis artikel yang diadain pemkab Banyuwangi. Lumayan sih ini foto sama Pak Bupati dan diajak dinner. Malam itu sekalian pembukaan tour de Ijen buat yang pertama kali. Itu tuh balap sepeda Internasional yang diadain di Banyuwangi dengan finish di Kawah Ijen.
Menginjak kuliah, barulah segalanya dimulai...
Ceritanya adalah kelas TPB butuh orang yang bisa nulis cerpen. Entah gimana awalnya, akhirnya aku yang jadi perwakilan kelas. Saat itu gampang sih, cuma kirimin cerpen yang udah jadi aja nggak perlu nulis on the spot. Proses proses proses, sampailah pada saat pengumuman. Yap, nggak disangka nggak diduga, juara 1 se-TPB IPB Angkatan 2014. Dapatnya sih medali ya, bukan piala. Tapi bagus dan simple sih hihi
Tuh medalinya yang Essential BEM TPB IPB.
Dari menang lomba TPB, lanjut dong ke universitas sebagai wakil TPB. Di sini masih ngga ngeh. Nulis ya nulis aja gitu, cuma udah mulai menganalisis, “Sepertinya pakai tempo cepat nih biar bisa menang,” dan kupraktekan ketika IAC BEM KM IPB. Tak diduga, langsung menggondol juara 2 hahaha Tuh dapetnya plakat yang sebelah kanan ya. Tahunnya 2015.
Udah deh, semenjak itu mulai berkarya dengan mengandalkan gaya yang sama dan terbukti seringkali menang; tempo cepat, ide out of the box, dan gaya cenderung sastra.
Mengapa sastra?
Sepertinya aku pernah nulis kan, kalau setiap orang yang pernah hadir dalam hidup kita selalu memberi pelajaran baru. Menyambung pemahaman itu, aku nggak sengaja kenal Padhe dari pelatihan Peksimida. Nah Peksimida sendiri seperti PIMNAS tapi versi seninya mahasiswa. Tahun itu sebenarnya bukan tahun Peksimida, tapi Padhe selaku pelatih seni sudah mempersiapkan satu tahun sebelumnya *padahal tahun berikutnya aku nggak ikut seleksi lagi karena keburu badmood sama panitianya*. Pakde menjejali dengan cerpen-cerpen sastra, berbagai genre dan tipe penulis yang tentu memiliki ciri khasnya masing-masing. Dari sana aku menggilai karya Agus Noor. Ide dan bahasa yang digunakannya itu loh, keren parah. Jadi karena itu lah, sekarang lebih menyukai cerpen daripada membuat novel. Sekali bikin aku cuma butuh lima jam paling mentok, untuk menyelesaikan satu cerpen. Nah kalau novel? Alamaaaaak nggak kelar-kelar nih berbulan-bulan huhu
Sasta memang ngga banyak orang suka, tapi sastra brainstorming banget. Sastra sering menampilan realitas masyarakat yang dibalut secara realis maupun surealis oleh penulis, dan ngga semua orang bisa melakukan ini. Sastra sih, kata orang awam mah, susah dan berat. Memang, susah dan berat teruntuk orang-orang yang nggak mau berpikir. Nggak mau susah-susah berkontemplasi. Thats why, untuk masyarakat Indonesia ini, nama penulis sastra tidak terlalu dikenal. Masih kalah pamor kalau dibandingkan dengan Dwitasari atau pun Tere Leye.
---
Yah begitu lah sih mengenai menulis. Bukan certia panjang buat dibagi. Soalnya apa ya, menulis masih tahap otodidak. Masih belajar dari pengalaman-pengalaman. Kalau pun menang, alhamdulillah udah rezeki. Cuma yang kulakukan setiap kali lomba adalah melihat siapa yang mengadakan lomba, gaya apa yang kira-kira masuk, ide seperti apa yang nggak maenstream, bagaimana ending yang kece dan nggak ketebak, dan harus menang! Yap, kenapa harus menang? Butuh duit coy buat kehidupan sehari-hari wkwkw *kebutuhan travelling ini maksudnya hahaha
Nanti deh, bisa cerpennya ku share di kolom ‘Sastra? See here!’ sebagai contohnya. Itu yang sudah ku post adalah cerpen-cerpen juara kok. So, yah, tenang aja hehehe
Sok-sokan kasih tips dan trik, memangnya kamu udah juara apa aja?
Dan itu minus juara-juara level kampus seperti juara di Action FAPERTA dan BEM KM IPB untuk tahun 2017.
Siapapun kamu, teruslah menulis apa saja. Mau tulisan galau, serius, humoris, curhat, tulis aja. Jadikan menulis bagian dari dirimu. Jadikan menulis sesuatu yang candu, yang kalau nggak nulis sehari aja, seolah ide-ide di kepala udah minta dilahirin lewat jari-jarimu.
---
“...meski setiap penulis pasti mati, karyanya selalu abadi.” -FM
0 komentar