Clo, Mendung Yang Bersinar *Part 1 of 4
01.10
Untuk
hujan, yang jatuh setelah mendung datang.
Hari ini langit berwarna biru hujan.
Tiada titik mendung yang terbang diatas sana. Melihat ini anehnya hatiku
bahagia. Seolah mendapat kedamaian dari cerahnya alam.
Hujan, aku lelah. Aku ingin berhenti
berlari. Setidaknya menikmati ritme kehidupan untuk sejenak. Namun aku tak bisa
hujan. Meski aku tertawa lebar, rasanya hambar tak ada rasa. Mengingat rotasi
hidupku yang membosankan ini, aku menyerah hujan. Aku tak sanggup untuk
melangkah.
Hujan, seandainya aku jatuh, apa kau
mau bersamaku? Apa kau mau menemani melukis duniaku? Tak jemu merawatku?
Hujan, aku tak kuat. Maafkan aku
karena memilih jalan yang salah. Namun semenjak aku menikmatinya, buah kuldi
modern itu, aku tak menyesal hujan. Karena dari sanalah aku mempunyai sayap.
Untuk
terbang, untuk sampai pada dunia yang kuimpikan sendiri. Dunia yang membuatku
bahagia. Dunia penuh kebebasan tanpa sakit hati.
Papa
dan mama bercerai hujan. Mereka tak perduli padaku. Mereka tak mengerti betapa
tersiksanya aku. Lalu mengapa aku harus perduli pada mereka? Bagaimana
menurutmu hujan? Apa pendapatku salah?
Hujan,
terima kasih telah menemaniku. Melihatku dengan hatimu. Mengagumiku dengan
semua kesempurnaanku. Menggandengku dengan senyum simpulmu. Mengawasiku dengan
tatapan tajammu. Dan tak pernah menjauh meski aku mulai acuh padamu.
Sesungguhnya
tak begitu hujan. Aku seperti itu karena tak ingin melihatmu jatuh sia – sia.
Tak ingin melihat masa depanmu hancur karena kebodohanku. Berjanjilah hujan,
jadilah hujan yang membasuh kehidupan. Jadilah berguna.
Hujan
aku bersyukur mengenalmu. Aku bahagia bisa menangis bersama rintik airmu. Aku
bahagia dalam hujan yang menyamarkan resahku. Aku bermakna dalam pelukanmu.
Hujan,
terkadang aku menyesal. Namun ku tau tak ada jalan kembali. Tak ada jalan
memperbaiki diri. Jadi kuputuskan untuk meneruskannya. Tak perduli jalanku
menuju neraka begitu lancar.
Hujan,
aku ingin meraihmu. Menautkan kembali ikatan persahabaan kita. Aku takut
talinya putus begitu aku tiada. Bisa kurasakan maut semakin sering mencari
dimanapun aku berpijak.
Hujan, aku menyayangimu lebih dari
diriku sendiri.
Cloud.
Aku menatap kertas yang
selesai kubaca. Surat kecil itu mampu mencabik emosiku. Aku tertunduk rapuh. Kenangan
demi kenangan menghantam ingatanku. Ya
Allah, jaga dia untukku. Batinku sembari memejamkan mata perlahan.
***
0 komentar