Menunggu
21.52
Sekali,
dua kali. Tak terhitung berapa kali aku melirik ke arah sama, handphone.
Menunggu layarnya berkedip, tanda pesan singkat masuk. Menunggu beberapa baris
kata dari nomor yang sama. Seandainya pemilik nomor tau, dia pasti terbahak –
bahak. Menertawakan tingkah konyolku dalam menunggu balasannya. Tingkah yang
tak pernah kubuat – buat, karena aku memang penasaran dengan isi balasannya.
Tidak
ada yang istimewa dari susunan kata, bahasa, atau maknanya. Namun lagi – lagi
aku selalu di buat ingin tahu. Dibuat menunggu. Meskipun jujur menunggu itu
melelahkan. Menunggu itu menghabiskan waktu dan perasaan. Menunggu butuh
kesabaran lebih bila kau terus terlambat. Bahkan bisa saja aku jadi benci
menunggu bila kau terus menahanku. Menahan dengan isi smsmu itu.
Isi
sms yang menarikku untuk terus tersenyum. Membuat hatiku berdetak lebih cepat
dari biasanya, ditemani pipiku yang mulai bersemu merah. Hanya sebuah sms, dan
aku benci bila harus mengatakan, bahwa hanya smsmu lah yang membuatku terkesan.
Membuatku merasa tak sendiri. Membuatku merasa bahwa di dunia ini ada yang
perduli padaku selain kedua orang tuaku.
Mungkin
benar, apa hanya sebuah perasaan? Perasaan berharap padamu? Perasaan pada semua
isi smsmu? Ataukah perasaan ini nyata? Aku bingung pada perasaanku bila kau
tetap berhenti di sini. Berhenti tanpa bergerak dengan memberi kepastian
padaku. Untuk kau tau, gadis sepertiku butuh
kepastian yang sering diremehkan oleh laki – laki. Karena menurut
mereka, kepastian adalah sebuah rantai yang mengikat mereka, menahan mereka
untuk bebas bergerak. Apakah kau juga seperti kebanyakan? Lebih suka bebas
dibanding setia pada satu hati dan tujuan?
Untuk
kau, waktuku tak lama. Kapan saja aku bisa pergi bila kau memaksaku untuk terus
menunggu. Sebagai catatan dan sinyal, aku menyukaimu. Jadi, jangan buat aku
menunggu lebih lama lagi. Terima kasih.
0 komentar