Muara
03.17
Humb ... selamat sore. Sore yang kembali sendiri. Sama seperti sore - sore lalu tanpa kehangatan. Mengingat sore kemarin, aku kembali merengek. Meminta dalam hati untuk tetap bertahan dan sedikitpun tidak beranjak pergi. Mungkin benar, dalam hidupku aku benci berpisah. Aku benci mengucapkan,
"Ibuk jaga diri ya."
"Kamu jangan nakal sama ibuk dan bapak, Dan!"
atau Aku menyayangimu pak, jauh dalam hatiku yang terdalam, aku nggak mau pergi dari sini.
Dan aku hanya bisa membisikkan pelan dalam hati. Tanpa bisa mengeluh.
Masih aku ingat kemarin malam. Di bawah cahaya bulan malam hari, kita berjalan bertiga dengan Dani Pak. Mendiskusikan akan jadi apa aku besok. Mendiskusikan beberapa hal yang arus aku lihat dengan membuka mata lebar. Di bawah cahaya bulan itu pak, tahukah pak, aku meneliti wajah bapak lekat, membayangkan aku harus pergi lagi. Dan aku benci!
Pak, pijatan bapak masih terasa. Juga posisi tidur ibuk dan Dani masih lekat di ingatanku. Sedetik saja, sampai saat ini, aku merasa sangat bahagia pada detik ini. Menikmati kebersamaan yang belum tentu kurasakan lagi. Karena aku harus menikmatinya beberapa bulan sekali. Beberapa bulan yang kulalui dengan tidak mudah. Sangat tidak mudah untuk aku yang berpura - pura dewasa, kuat, dan optimistis. Dibalik wajah dewasaku pak, aku tak kalah kecil di banding anak kecil. Anak kecil yang kadang lebih polos untuk selalu tertawa.
Aku .... aku ingin kita bersama. Selalu dan selamanya ...
Jika dibilang menyesal, aku hanya ingin masa kecilku lebih lama bersama kalian sebelum aku dewasa. Sebelum aku besar dan memiliki kehidupan keras di luar sana. Aku rapuh, seandainya kalian tau. Tapi tetap, apa yang bisa kulakukan? Bukankah tetap berdiri tegar adalah pilihan terbaik yang bisa kulakukan? Tetap mengikuti arus dan berakhir di muara. Muara yang belum kutau ujungnya. Kelokan apa yang akan kulalui, juga riak apa yang akan menamparku.
Tiga tahun lalu, seharusnya aku memanfaatkannya dengan cara yang lebih baik.
#16 Oct '13
0 komentar