Tidak ada yang baik dari menahan diri. Sebab
tangismu akan tertahan, amarahmu akan tertinggal, dan perasaan kosong akan
menjangkiti hatimu seolah ia adalah penyakit yang siap membikin organ-organ
mati. Begitu lah cara penyakit itu datang. Begitu lah cara mati yang
perlahan-lahan. Dan orang-orang yang mendorongmu buat mati itu, sama sekali tak
tahu apalagi merasa. Mereka menganggap yang dilakukannya sesuai kewajaran. Atau
kamu saja, yang hatinya terlalu sensitif hingga memilih menjauh atau diam atau
tersenyum berat –dan menahan segala kekesalan, kebingungan, dan sedikit putus
asa dalam hatimu saja?
Kamu ingin menangis, tapi terasa bodoh dan cengeng,
kamu ingin teriak, tapi khawatir menyakiti perasaan
orang lain,
Kamu ingin diam, tapi mengapa hal sepele dibesar-besarkan?
Dan akhirnya, carut marut itu merugikan dirimu
–fisikmu, batinmu; semua akan lelah, ingin bebas, dan bisa jadi menyerah.
Khawatirnya, alih-alih sehat kamu akan mati lebih dulu.
Bisakah kamu bertingkah baik-baik saja?
Bisakah kamu meredam segalanya di pikiranmu saja?
Bisakah kamu tersenyum seolah tidak apa-apa?
Bisakah kamu bertahan tanpa memikirkan apapun?
Jangan dipikirkan. Anggap saja begini; lakukan
apapun yang kamu suka tanpa peduli apa kata orang. Kalau itu menyangkut orang
lain, dan kurang disetujui, diamlah. Jangan lakukan apapun. Jangan mengatakan
apapun. Jangan mengomentari apalagi memberi masukan. Berlakulah sewajarnya.
Kalau tak kuat, jenuh, pergilah. Menjauhlah. Kamu harus memikirkan dirimu
sendiri. Hatimu, yang bisa mati kapan saja, jauh lebih penting buat dipikirkan
dari apapun. Orang lain tidak selalu benar, jadi jangan merendahkan dirimu
sendiri. Kalau bukan kamu yang menyelamatkan diri sendiri, siapa lagi?