Jalan Tol #Masuk IPB lewat SBMPTN

22.18

Jalan Tol
“Eh Far sekarang masuk PTN mana?”
“Alhamdulillah masuk IPB nih.”
“Wih enak ya jalan kamu mulus banget. Lancar kayak jalan tol.”
Lancar seperti jalan tol? Jalan tol yang bebas hambatan itu? Mendengarnya aku ingin tersenyum sarkartis.
Orang memang mudah membuat kesimpulan. Semudah pula menilai bahwa hidup kita baik – baik saja, seolah tak ada beban dalam hidup. Mereka hanya menilai diri kita dari pencapaian, tingkat keberhasilan, bahkan pamor ketenaran. Mereka tak mengerti usaha keras sebelum mencapainya. Memperhatikan saja tidak.
Sama halnya denganku. Mereka memandang hidupku lancar saja layaknya jalan tol. Mereka tidak mengerti usaha keras sebelum aku berada di sini. Di tempat ini. Intitut Pertanian Bogor.
Awalnya seperti khayalan. Ya, khayal sekali aku masuk Intitut Pertanian Bogor melalui test SBMPTN yang bimbingan belajar saja tidak. Khayal sekali masuk Intitut Pertanian Bogor yang persiapan belajar saja minim dengan terbatasnya buku. Khayal sekali masuk Institut Pertanian Bogor, yang mana adalah mimpi sejak sekolah menengah pertama. Terlebih, khayal sekali masuk Intitut Pertanian Bogor dengan dana terbatas dari orang tua.
Aku masih ingat bagaimana ucapan ibu hari itu. Ucapan yang membuatku jatuh dan takut. Ucapan yang membuatku berpikir keras untuk terus berusaha.
Jujur, ibu nggak bisa nguliahin kamu, kecuali kamu dapat beasiswa. Selebihkan ibu ngirim uang bulanan saja.
Tidak bisa kuliah? Akan jadi apa aku dengan ilmu sedangkal ini? Hati kecilku protes keras. Tak terima nasibku berakhir sebagai pekerja laundry atau penjual makanan seperti ibu. Tak terima nasibku berakhir hanya karena biaya.
Pada tahap ini, separuh perjalanan sudah kulalui dengan rintangan. Separuh perjalanan sudah kulalui dengan usaha keras, juga sakit hati merasakan kesepian. Empat tahun tidak serumah dengan keluarga tidaklah mudah. Empat tahun pula aku menghadapi semuanya sendiri!
Jika anak lain disambut pertanyaan hangat seputar sekolah ketika sampai rumah, aku hanya menghempaskan diri di kamar kosan. Jika anak lain di suruh cepat makan, aku sedang berpikir cara mengatur uang agar cukup untuk makan sebulan. Jika anak lain cepat ke puskesmas ketika sakit, aku hanya minum obat apotik dan merawat diri sendiri agar cepat sembuh. Jika anak lain curhat masalahnya, aku menelan permasalahan untuk diri sendiri. Jika anak lain tersenyum bangga dengan orang tua ketika meraih tempat sepuluh besar terbaik satu angkatan, aku juga tersenyum bangga sambil menangis. Ya, menangis karena aku meraih tempat ini namun orang tua tidak berdiri di belakangku.
Sekarang, aku sampai di tingkat menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor. Empat tahun telah kubayar dengan sampai di level ini. Sedikit pun aku tak menyesal, sebaliknya aku bersyukur. Tanpa hidup susah selama empat tahun, mungkin aku tidak mandiri. Mungkin aku tidak bisa berdiri tegar dan kuat menghadapi masalah. Mungkin aku akan jadi anak mama yang manja lagi memuakkan. Tidak ada yang bisa memberi pengalaman hidup sebaik empat tahun lalu, meski dalam menjalaninya sangat melelahkan. Sekalipun tak ada tempat bersandar.
Pada titik ini, menjadi aku tidak mudah. Masa lalu terlalu banyak masalah. Masa lalu terlalu banyak jatuh. Namun aku selalu berusaha yang terbaik. Aku tak mau kalah sebelum berlari. Aku terus mencari cara agar bisa melanjutkan kuliah, salah satunya melalui bidik misi.  Aku tak mau menghadapi masa depan dengan terbatasnya pengalaman. Aku tak mau menghadapi masa depan dengan sia – sia. Terlebih hanya karena biaya!
Biaya memang motor penggerak, sarana mencapai tujuan. Namun selain biaya ada yang lebih penting, keinginan. Tanpa keinginan kuat untuk kuliah, mungkin sekarang aku berada di tempat lain sedang menganggur. Tanpa keinginan kuat untuk kuliah, mungkin tak ada pencapaian prestasi yang mampu kuraih. Tanpa keinginan, hidup akan stag di tempat tanpa perubahan. Padahal dalam hidup kita harus bergerak agar tidak dilindas waktu yang terus berjalan.
Yakinlah, hidup memang tak mudah namun akan selalu ada jalan. Selama ada keinginan kuat, usaha, dan doa, tidak ada yang mustakhil dalam hidup ini, terlebih masalah biaya. Allah tidak pernah tidur, selalu memberi rejeki kepada makhluk-Nya. Jadi apapun yang terjadi, teruslah bergerak, teruslah mencapai prestasi, teruslah menoreh mimpi – mimpi, teruslah optimis, dan teruslah lakukan yang terbaik. Yakinlah selalu ada jalan dan semua akan baik – baik saja.
Hidup itu nggak selamanya kayak jalan tol¸ bebas hambatan. Ada kalanya dalam hidup ada polisi tidur yang menghambat perjalanan. Makanya, hidup harus dirasakan, disiasati, dan dijalani.

Rusunawa, 18 Agustus 2014




You Might Also Like

0 komentar

Like us on Facebook

Flickr Images

fmaulidaa @Instagram

Subscribe