In
PROSA,
Kita Bertiga
Aku benar – benar penasaran apa yang akan terjadi diantara
kita bertiga.
Kita hidup serba berlainan, padahal satu saudara. Kita
tumbuh di lingkungan yang berbeda, dengan pola didik yang tentu tak sama. Kamu
– Sulung, Aku – Tengah , dan dia – Bungsu, kita berjalan dengan kasih sayang
yang tak seimbang. Kita hidup terpisah dengan rentang umur yang jauh. Kamu yang
tumbuh bersama nenek, aku yang tumbuh sendirian, dan dia yang tumbuh bersama
ayah ibu.
Jika kau ingin bertanya tentang aku, baik akan ku katakan
bagaimana perasaanku. Sebagai seorang anak tengah, satu – satunya wanita,
seseorang yang hidup sendirian, aku merasa tak baik. Aku sering berdebat dan mengeluh betapa hidup
ini tak adil. Aku ingin memutar waktu sehingga kita bertiga bisa hidup bersama,
lengkap dengan gelak tawa penuh keakraban. Aku ingin kita berjalan seirama,
saling mengerti satu sama lain, dan melindungi apapun yang terjadi.
Hingga aku akhirnya sadar, saat yang kuimpikan itu takkan pernah terjadi!
Waktu tidak bisa di putar, sebaliknya waktu yang
mendewasakan. Menyadarkan bahwa mimpi atau apapun itu namanya tak seharusnya ku
miliki. Langkah memaksaku terus berjalan, tak merelakanku lemah. Ada kalanya
aku larut dalam masa lalu. Saat – saat kita kecil dahulu. Belari di tengah
hujan, duduk di belakang kayuhan sepeda minimu, dan hanya berteriak kesal
ketika kau curang main monopoli. Semua ingatan itu masih melekat dalam
ingatanku. Juga marahmu ketika aku menghakimi atas hidup yang kau jalani.
Seharusnya aku mengerti hidupmu juga sama sulitnya. Hidupmu, hidup kita, yang
tak pernah bebas karena berada di tangan orang lain. Harusnya aku mengerti
betapa tertekannya hidupmu di masa lalu. Nyaris, mirip, aku merasakan yang
sama.
Karena itulah, aku berusaha yang terbaik untuk dekat dengan
dia. Bungsu yang banyak kata sudah merasakan kurang beruntung. Dia yang tidak
terlalu hebat akademis, namun aku tetap kagum dengan kemampuan dagangnya. Dia
yang aku sayang, aku rindukan suaranya. Hubunganku denganmu sudah terlalu jauh,
hingga aku tak ingin kehilangan dia.
Masa lalu kita sulit, begitu pun masa depan. Masing –
masing dari kita telah mengupayakan yang terbaik dalam menjalani hidup. Kita
semua tau, kita kurang kasih sayang, hingga akhirnya beberapa dari kita telah
memutuskan hidup untuk siapa. Kau untuk temanmu, aku untuk ayah ibu, dan dia
yang ku rasa juga untuk ayah ibu. Bila kau memutuskan menjauh dari kami, aku
tak mampu mencegah. Semua kembali pada pilihan. Hanya yang seharusnya kau tau
...
Kami menyayangimu,
dan kami berharap kau juga menyayangi kami.
Ya, Kamu – Muhammad
Yusron Fauzi, aku – Farah Maulida, dan dia – Isfahani Ramadani. Masing –
masing dari kita memiliki jalan berbeda yang entah bagaimana akhirnya. Hanya
saja, aku penasaran bagaimana cara kita bertemu di satu titik dan membuat pola
indah untuk akhir hidup kita.